Rudy Hartono, Maestro Bulu Tangkis 'Buka Kartu' (2)

K. Tatik Wardayati

Editor

Rudy Hartono, Maestro Bulu Tangkis 'Buka Kartu' (2)
Rudy Hartono, Maestro Bulu Tangkis 'Buka Kartu' (2)

Intisari-Online.com – Rudy Hartono Kurniawan, juara dunia dan juara All England 8 kali (7 kali di antaranya berturut-turut), memang maestro dunia bulu tangkis. Kini sebagai salah satu pelatih tim Indonesia yang baru saja memenangkan kejuaraan All England 1991, Rudy bertutur bagaimana dia 'dicetak' orangtuanya, serta beberapa soal khusus yang dia 'buka kartu' kepada Jimmy S. Harianto. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1991 dengan judul Maestro Kita 'Buka Kartu'.

--

Masuk pelatnas, Rudy tidak langsung mendapat tempat enak begitu saja. Ia mendapat perlakuan yang berbeda dari pemain-pemain senior penghuni pelatnas seperti: Mulyadi, Darmadi, Bambang Tjahjadi, Indratno, Unang, Agus Susanto atau pemain putri Minarni, Retno Kustiah, Megawati (ibu kandung Hermawan Susanto), Inawati - (bibi Hermawan). Kalau para pemain top itu mendapat keleluasaan memakai lapangan untuk berlatih tanding, Rudy harus menunggu giliran terakhir.

"Terkadang saya malah hanya kebagian berlatih servis, tak kebagian main," katanya. Tetapi itu tak berlangsung lama dan berlarut-larut. Setelah 6 bulan, Rudy mencapai kemajuan sehingga diperhatikan. Setelah setahun di pelatnas, tahun 1966, mulailah porsi latihannya hampir sama dengan pemain-pemain senior.

Awal menjadi maestro

Rudy mulai mendapat perhatian lebih ketika tahun 1967 di Piala Thomas ia berhasil mengalahkan pemain andalan Malaysia, Tan Aik Huang dan Yew Cheng Hoe, keduanya dengan dua set langsung di bawah angka sepuluh!

Tetapi sukses ini ternyata membuatnya terlena. Ia latihan setengah-setengah, santai-santai karena telah berhasil mengalahkan Tan Aik Huang. Sampai akhirnya di kejuaraan nasional menjelang akhir tahun ia kalah lawan Mulyadi di final.

"Di atas kertas saya semestinya jadi juara. Ternyata saya kalah sama Mulyadi. Orang tua saya marah, saya disurah pulang ke Surabaya," kata Rudy - anak ketiga dan putra kedua dari delapan bersaudara.

Kegagalan yang sangat menyakitkan ini membuatnya berlatih ekstra keras di Surabaya. Mungkin, kata Rudy, itu adalah latihan yang terkeras sepanjang hidupnya sebagai pemain bulu tangkis.

"Enam bulan lamanya saya berlatih ngotot, betul-betul spartan. Saya minta dibantu teman, berlatih dikeroyok dua. Saya mengatur diri saya sendiri berlatih sehari tiga kali," ungkap Rudy. Latihan pertama dilakukannya pada pukul 06.30 - 07.00, dengan dikeroyok dua, pukul 10.00 latihan fisik, dan sore harinya bermain lagi.

"Latihan saya, selama seminggu dengan klub minimal 8 kali, 3 kali stroke, 5 kali latihan game," katanya. "Sampai sekarang pun saya berpikir, kalau saja saya tak gagal melawan Mulyadi waktu itu, belum tentu saya berhasil tampil sebagai juara All England," tutur Rudy.

Setelah menjadi orang Indonesia kedua setelah Tan Joe Hok (1959) yang berhasil menjadi juara All England, Rudy merajai kejuaraan bergehgsi itu. la juara 7 kali berturut-turut, menyamai, prestasi pemain Denmark Erland Kops, meski yang terakhir ini tidak berturut-turut.

Namun sial, ketika ia berniat memecahkan rekor delapan kali berturut-turut sebagai juara All England tahun 1975, Svend Pri menggagalkannya.

"Saya terpukul sekali dengan kegagalan itu, karena saya sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, ternyata kalah juga. Keinginan menjuarai delapan kali sepertinya tak mungkin. Orang pun berkata, seminggu saja hanya tujuh hari, bagaimana mungkin bisa jadi juara All England delapan kali?" kata Rudy.

Namun akrurnya, rekor yang ia idam-idamkan pecah juga tahun berikutnya, 1976, ketika ia mengalahkan Liem Swie King di final. Rudy tampil untuk kedelapan kalinya sebagai juara All England.

"Setelah itu, gairah saya menurun. Sudah tidak ada tantangan lagi, maka saya istirahat," katanya. Pada tanggal 28 Agustus 1976, ia menikah dengan Jane Anwar setelah melalui masa perkenalan 6 tahun.

Namun setelah setahun beristirahat, timbul lagi niatnya untuk berlatih dan terjun lagi - bertanding. Tahun 1977, muncul arena kejuaraan baru, Kejuaraan Dunia, yang melahirkan juara dunia yang pertama, Flemming Delf dari Denmark, yang menjuarai pula All England tahun itu.

"Saya pun lalu ingin mencoba, siapa tahu bisa jadi juara. Apalagi, Kejuaraan Dunia yang kedua (1980) diaddkan di Jakarta," katanya. Setelah berlatih keras, Rudy akhirnya bisa tampil sebagai juara dunia, mengalahkan Liem Swie King di final.

Masih belum puas dengan prestasinya, tahun berikutnya ia terjun lagi ke arena All England. Namun, keinginan boleh saja melambung tinggi, apa daya tangan tak sampai menggapai. Rudy, yang sudah delapan kali juara All England, tersuruk di semifinal di tangan pemain India Prakash Padukone. Inilah kekalahan pertama Rudy di semifinal All England.

Masih juga Rudy belum “menyerah kalah". Tahun 1982, ketika Liem Swie King gagal untuk menjuarai ketiga kalinya All England dihadang Morten Frost Hansen, ia diminta teman-temannya untuk tampil memperkuat lagi Piala Thomas, dengan tujuan untuk membangkitkan semangat pemain-pemain muda.

Rudy pun sebenarnya tahu, ia tak akan bisa berprestasi maksimal lagi dengan persiapan yang hanya dua bulan. Tetapi nampaknya tak ada pilihan lain lagi. Hastomo Arbi diskors, karena positif dalam pemeriksaan doping. Lius Pongoh, Hadiyanto dan Icuk Sugiarto cedera.

Di semifinal, tim Piala Thomas masih bisa mengalahkan Inggris 8 - 1 . Melawan Cina, unggul lebih dulu 3 - 1 , tetapi ternyata Indonesia harus mengakui keunggulan lawan 5 - 4. Rudy kalah lawan Luan Jin, King kalah lawan Han Jian dan Lius dikalahkan Chen Changjie. Di ganda, Kartono/Heryanto dikalahkan Sun Zhinan/Yao Xieming.

" "Tetapi ini merupakan satu kenangan bagi saya, sebab saya sudah ikut regu Piala Thomas untuk keenam kalinya, walaupun saya kalah," kata Rudy.

Kini, setelah tidak mengayuh raket lagi, Rudy ikut terjun di antara sekian pelatih nasional di pelatnas Senayan, mempersiapkan Ardy B. Wiranata, Hermawan Susanto, Alan Budikusuma dan kawan- kawan yang bersiap meraih gelar juara dunia di Kopenhagen bulan Mei 1991. Akankah ia juga membawa sukses pemain-pemain muda asuhannya meraih emas pertama bagi Indonesia di arena Olimpiade Barcelona 1992?

"Terus terang saya sebenarnya tidak berminat menjadi pelatih secara penuh. Maka saya minta bantuan beberapa pelatih untuk membantu saya. Saya ikut melatih sekarang ini, karena saya masih merasa berutang pada bulu tangkis Indonesia ...," kata Rudy. •