AS meninggalkan kesepakatan itu di bawah arahan mantan Presiden Donald Trump, yang menarik diri di tahun 2018 dan menampar Iran dengan sanksi finansial kepada Iran yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Negosiasi melanjutkan kesepakatan nuklir itu dilanjutkan tahun lalu setelah Presiden Joe Biden menjabat Januari lalu dan membawa negosiasi AS kembali ke meja.
Namun dengan enam bulan pembicaraan di Wina menyiapkan penyelesaian kurang dari dua minggu, tidak ada kesepakatan yang dicapai mengenai bagaimana mengecek program nuklir Iran yang telah diperluas dengan cepat sejak Trump keluar dari kesepakatan.
Di bawah kesepakatan itu, program nuklir Iran diawasi oleh sekelompok kekuatan di dunia bernama P5+1, termasuk Inggris, Perancis, Rusia, Jerman dan AS.
Iran telah memperkaya uranium yang bisa dipakai untuk senjata nuklir, yang merupakan kunci penting dalam komunitas internasional.
Inggris bertemu dengan pejabat Iran dalam pembicaraan di Wina Desember lalu untuk mencoba mengembalikan kesepakatan, yang memerlukan Iran menghentikan pengkayaan uranium dan memperbolehkan inspektor internasional di darat menilai kemajuan program nuklir.
Presiden Raisi tidak setuju dengan sanksi-sanksi Barat, yang ia bandingkan kepada terorisme.
Dalam pidatonya kepada anggota SCO, Raisi mengatakan: "Tidak ada yang bisa menghentikan aktivitas nuklir damai Iran yang berada di dalam kerangka aturan internasional.
"Diplomasi akan efektif hanya ketika semua pihak mengamininya. Ancaman dan tekanan terikat pada tangan diplomasi itu tidak efektif."
Iran, Rusia dan China menandatangani konsensus nuklir November 2021 lalu sementara pembicaraan antara Iran dan AS untuk memulihkan kesepakatan 2015 belum berhasil.
KOMENTAR