Baca juga: Nahas, Sedang Bekerja di Pinggir Sungai, Seorang Buruh di Riau Tewas Diterkam Buaya
Salah satu langkah yang kemudian ditempuh LBH YPI adalah melayangkan surat pengaduan pada DPRD Tingkat I Jawa Timur.
Selasa (19/10/1993) teka-teki lenyapnya Mutiari tersingkap. Beberapa petugas reserse Polda Jatim mendatangi rumah Hari di Banyuurip, Surabaya.
"Mereka mengabarkan, Mutiari sudah ditahan dua hari di Polda Jatim karena diduga ikut terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Tapi di mana Mutiari sebelumnya, tidak jelas. Untuk itu, kami akan usut sampai tuntas," tandas Taufik Risyah Hermawan, S.H., dari LBH YPI.
Benar saja. Kamis, dua hari kemudian, Hari beserta ayah-ibu Mutiari diberi kesempatan menjenguk Mutiari. "Dia kurus banget. Wajahnya pucat. Dia bahkan belum ganti baju sejak ditahan. Tapi dia mengaku diperlakukan baik-baik sekaligus berharap bisa cepat pulang," tutur Hari.
Ada sisi gelap
Ketika ditemui NOVA pada Senin, 25 Oktober 1993, kondisi Mutiari sudah jauh lebih baik.
"Saya cuma ingin pulang. Sungguh, saya sama sekali tidak bersalah dan tak tahu apa-apa soal kematian Marsinah," ucapnya pelan.
Masih dengan suara tertahan, ia mengaku tak kenal Marsinah.
"Memang, saya kepala personalia. Tapi ibarat guru di sekolah, saya enggak mungkin tahu mereka satu per satu. Jumlah buruh di PT CPS kan ada ratusan."
Mutiari baru berjumpa Marsinah, saat ada ribut-ribut unjuk rasa buruh PT CPS, 4 Mei 1993 lalu.
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR