Hal ini tidak diketahui masing-masing Sapeur di Kongo, dan para Sapeur punya cerita berbeda mengenai asal usul La Sape.
Ada yang menganggap La Sape muncul di zaman koloni Perancis ketika tuan tanah memberi upah kepada buruh dalam bentuk pakaian.
Hector Mediavilla, fotografer yang pernah mendokumentasikan Sapeur di Kongo, mengatakan jika warga lokal meniru gaya penampilan orang Perancis saat mereka dijajah.
“Bergaya ialah salah satu cara mengekspresikan diri dalam situasi yang serba terbatas. Sapeurs bicara tentang bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri di tengah situasi buruk,” katanya.
Pendapat lain menyebut La Sape dibentuk oleh Papa Wemba, musisi Kongo yang ingin tampil beda dari musisi lain.
Oleh karena itu ia berbelanja barang bermerek di kota Paris dan tampil gaya dalam busana ribuan dolar.
Selain menyanyi, ia kerap berpesan kepada kaum muda agar selalu tampil rapi dan bersih.
Kepopuleran Papa Wemba jadi salah satu pengaruh utama bagi kelangsungan La Sape.
Para Sapeur mengidolakan Papa Wemba.
Pivot meneruskan semangat Papa Wemba dengan mendirikan kursus calon Sapeurs di Kongo.
Namun tidak semua Sapeurs nyaman dengan gaya mereka.
Seorang Sapeur dari Kinshasa yang pindah ke London, Aime Champagne, mengatakan ia tidak mau lagi berpenampilan layaknya orang kaya ketika ia serba kekurangan.
Namun ia tetap terpaksa melakukannya agar tidak mendapat protes dari rekan-rekannya di Kongo.
Pada Aljazeera Charlie Schengen, Sapeur yang juga tinggal di London berkata bahwa La Sape telah membuat ia merasa kehilangan tradisi Kongo.
“Ini sebuah kebodohan. Orang tidak mau sekolah dan hanya ingin belanja baju.”
KOMENTAR