Para Sapeurs berjalan di kawasan kumuh Brazzaville dengan setelan jas warna warni, topi, sepatu kulit, kacamata hitam serta payung.
Mereka meniru gaya para pria kelas atas Eropa yang mengenakan busana dan aksesori dengan material dan potongan yang tepat.
Kemudian tiap akhir pekan mereka para Sapeurs berkumpul di tepi jalan yang dipadati pedagang kaki lima.
Mereka memamerkan busana yang mereka kenakan dan saat itulah mereka saling bersaing lewat pakaian mahal mereka.
Lantas bagaimana mereka di mata masyarakat yang lainnya?
Ternyata warga di luar La Sape menganggap Sapeurs berpenampilan baik.
Namun itu saja, mereka hanya mendapat pengakuan jika mereka keren, tidak ada hadiah bagi sosok yang pakaiannya paling bagus.
Menyedihkannya, karena pakaian mereka yang sangat kontras dengan sekitar mereka membuat mereka dielu-elukan di tempat umum, seperti yang dialami oleh Maxime Pivot.
Maxime Pivot pernah menyandang predikat Sapeurs terbaik, dan ketika ia datang ke pasar, para pedagang menyorakkan namanya.
KOMENTAR