Dalam putusannya, majelis hakim juga melihat bahwa akibat kebakaran hutan tesebut, telah memberikan keuntungan kepada perusahaan karena tak perlu mengeluarkan sejumlah biaya.
"Bahwa selain itu, terbakarnya lahan sama sekali tidak menimbulkan kerugian bagi Tergugat, bahkan justru memberikan keuntungan secara ekonomis. Dengan terbakarnya lahan, Tergugat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli kapur yang digunakan untuk meningkatkan pH gambut dan biaya pengadaan pupuk dan pemupukan karena sudah digantikan dengan adanya abu dan arang bekas kebakaran, serta biaya pengadaan/pembelian pestisida untuk mencegah ancaman serangan hama dan penyakit. Tergugat juga diuntungkan karena jelas akan memangkas biaya operasional seperti upah tenaga kerja, bahan bakar, serta biaya-biaya lain yang dibutuhkan apabila pembukaan lahan dilakukan dengan cara PLTB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terbakarnya lahan juga akan menguntungkan dari segi waktu karena proses “pembersihan” lahan menjadi lebih cepat sehingga dapat segera ditanami dan mudah dikerjakan."
Hakim juga menyatakan, berdasarkan keterangan ahli, telah terjadi kerusakan gambut pada lahan yang terbakar itu.
"Bahwa mengacu kepada fakta-fakta diatas, terbukti terjadinya peristiwa kebakaran tersebut memang diinginkan oleh Tergugat sendiri. Dengan adanya faktor “maksud” dan “tujuan” yang inherent dalam peristiwa kebakaran tersebut, maka dengan demikian terbukti pula unsur kesengajaan Tergugat dalam kebakaran tersebut."
"Bahwa oleh karena Tergugat memiliki kepentingan atas terbakarnya lahan yang dengan demikian membuktikan unsur kesengajaannya, maka Tergugat wajib bertanggungjawab atas kerusakan tanah gambut yang ditimbulkan oleh kebakaran di atas lahan perkebunan milik Tergugat."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
KOMENTAR