Maka, saat Sriwijaya runtuh, Dharmasraya menjadi kerajaan terbesar di Sumatera dengan sekitar 15 kerajaan bawahan.
Dalam Pararaton disebutkan bahwa Dharmasraya adalah ibu kota dari negeri bhumi malayu, maka Tribhuwanaraja jadilah disebut sebagai raja Malayu.
Dalam naskah China, Zhufan Zhi, karya Zhao Rugua yang ditulis pada 1225 M, Dharmasraya menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara, salah satunya adalah Kerajaan Singasari.
Raja Singasari, Kertanegara, melakukan Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275, untuk menjadikan Sumatera sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi pasukan Mongol.
Dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton disebutkan bahwa pada tahun 1275 itu Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang.
Raja Kertanegara kemudian mengirim arca Amoghapasa kepada Kerajaan Dharmasraya yang menguasai Sumatera, sebagai tanda persahabatan.
Dari Prasasti Padang Roco tahun 1286, disebutkan bahwa arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa dengan diiringi beberapa pejabat Singasari.
Sebagai balasannya, Raja Dharmasraya menghadiahkan dua putrinya, yaitu Dara Jingga dan Dara Petak.
Dara Petak nantinya diperistri oleh Raden Wijaya, yang kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit, sedangkan Dara Jingga diserahkan kepada Adwayabrahma, pejabat Singasari yang dikirim ke Sumatera pada 1286.
Dari Dara Jingga dan Adwayabrahma inilah kemudian lahir Adityawarman, penguasa terakhir Kerajaan Dharmasraya, yang berdasarkan Prasasti Batusangkar kelak Adityawarman akan menjadi Tuan Surawasa (Suruaso) di pedalaman Minangkabau.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR