Aan Kurnia menekankan kepentingan menghadirkan "pendekatan terkoordinasi" untuk masalah keamanan regional, terutama di Laut China Selatan, dan "bagaimana merespon di lapang ketika kami menghadapi masalah yang sama" tanpa secara langsung menyebut China.
Walaupun Indonesia bukanlah negara penuntut langsung, Indonesia sudah menerima penghinaan "zona abu-abu" China di Laut Natuna Utara, yang tumpang tindih dengan ujung klaim sembilan garis putus-putus China, klaim yang menyebut China menguasai seluruh Laut China Selatan.
Antara Desember 2019 sampai Januari 2020, sebanyak 60 kapal China masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) membuat Jakarta menyerukan banyak protes diplomasi dan mengirimkan jet tempur dan kapal perang ke wilayah itu.
Baru-baru ini juga Indonesia mendapat penghinaan oleh China atas aktivitas eksplorasi energi di ZEE Indonesia dengan mitra asing, termasuk Harbour Energy dari Inggris dan Zarubezhneft dari Rusia.
Bakamla menyelesaikan proyek latihan enam bulan di landas kontinen Indonesia di Laut Natuna Utara sebagai "kemenangan" atas perlawanan China.
Aan Kurnia mengklaim Indonesia telah "mencetak poin" melawan China walaupun latihan terus-terusan dibayangi oleh kapal-kapal coast guard China.
"Poinnya adalah kapal-kapal China itu tidak mengganggu kami secara fisik dan latihan selesai," ujar Aan dengan bangga di depan para reporter dalam review akhir tahun bulan lalu.
Kini, Indonesia menyeru kerjasama lebih besar di antara negara-negara yang terdampak, yang juga telah menerima sikap asertif China beberapa tahun belakangan.
Satya Partama, pejabat pemerintah Indonesia, mengatakan pertemuan yang diadakan Bakamla akan melengkapi forum Coast Guard ASEAN dan menjadi "kesempatan bagus untuk coast guard ASEAN dan badan penerapan hukum maritim untuk berbicara dan bekerjasama dengan satu sama lain."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
KOMENTAR