Contohnya, ketua ASEAN, yang sudah lama dianggap dipegang oleh kepala negara yang menjadi tuan rumah, memiliki kekuatan memilih masalah yang harus diprioritaskan oleh ASEAN, membuat mereka bebas membuang masalah yang tidak memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Ketua juga memiliki kekuatan untuk mempermasalahkan pernyataan gabungan ketika 10 anggota gagal mencapai konsensus atas masalah yang sensitif dan memecah belah kekompakan ASEAN.
Tahun 2012 lalu, Hun Sen, pemimpin Kamboja, memanfaatkan prerogatifnya sebagai ketua ASEAN dengan secara sepihak menghapus masalah Laut China Selatan dari diskusi regional di tengah ketegangan angkatan laut berbulan-bulan lamanya antara Filipina dan China terkait Scarborough Shoal.
Pemimpin Kamboja sudah berulang kali memblokir ketegangan maritim dari diskusi regional.
Tidak heran, Kamboja, terkhususnya Hun Sen, sangat bergantung pada sumbangan China dan perlindungan strategis China.
Bahkan bertahun-tahun setelah tidak menduduki posisi sebagai ketua ASEAN, Hun Sen masih menentang diskusi ASEAN mengenai kemenangan arbitrasi Filipina atas China dalam sengketa laut mereka di Den Haag.
Hun Sen secara terbuka mengeluh: "Sangat tidak adil bagi Kamboja, menggunakan Kamboja untuk menghadapi China. Mereka menggunakan kami dan mengutuk kami… ini bukan tentang hukum, ini benar-benar tentang politik."
Kini, dengan Kamboja menjadi negara pertama di ASEAN yang menerima pembangunan pangkalan militer China di negaranya, kemungkinan besar Hun Sen sekali lagi akan mengecilkan persatuan ASEAN dalam masalah Laut China Selatan.
KOMENTAR