Dilansir dari The New York Times pada Senin (6/12/2021), kabar ini sempat menjadi bahan pembicaraan pada Februari 2018 silam.
Pada saat itu, NASA rupanya berharap bisa memanfaatkan meletusnya Gunung Agung.
Tujuannya guna mempelajari efek lebih lanjut.
Mereka berharap, dengan melacak letusan Gunung Agung, maka mereka bisa tahu lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer.
Ini tentu bisa membantu mereka untuk melawan perubahan iklim.
Pernyataan itu muncul setelah Gunung Agung meletus pada akhir November 2018.
Pada saat itu, gunung itu secara konsisten menuangkan uap dan gas ke atmosfer.
Fenomena ini dianggap begitu kuat sehingga menyebabkan apa yang dikenal dengan “musim dingin vulkanik”.
Fenomena itu mengingatkan para penelit tentang meletusnya gunung berapi terbesar, yaitu Gunung Tambora pada 1815.
Sebab dampak dari meletusnya Gunung Tambora bisa menyebabkan turunnya salju di Albany, New York, pada Juni setahun berikutnya.
Melihat hal itulah mereka berharap meletusnya Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk tahu bagaimana gunung api bisa mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.
Selain itu, karakter Gunung Agung mirip dengan Gunung Pinatubo di Filipina yang disebut sebagai letusan terbesar abad ke-20.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR