Dituliskan sebuah desa bernama Walandhit di Pegunungan Tengger adalah tempat suci yang dihuni oleh Hyang Hulun atau abdi Tuhan.
Prasasti ditemukan di daerah Penanjakan (Desa Wonokitri) Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan yang berangka tahun 1327 Saka, atau 1405 M.
Kemudian pada awal abad ke-17, Kerajaan Mataram Islam mulai memperluas kekuasaannya sampai ke Jawa Timur, tapi rakyat di daerah Tengger masih mempertahankan identitasnya dari pengaruh Mataram.
Keadaan berubah bagi masyarakat Tengger di tahun 1764 karena harus takluk dengan pemerintah Belanda, kemudian pada 1785, Belanda mulai mendirikan tempat peristirahatan Tosari dan menanam sayuran Eropa contohnya kentang, wortel dan kubis.
"Situasi politik pada abad ke-19 berubah. Kekurangan penduduk di daerah Tengger dan sekitarnya menarik para pendatang dari daerah lain yang mulai memadat," imbuh Yulianti.
Karena mengisolasi diri dari luar selama bertahun-tahun, kondisi sosial Suku Tengger berbeda dengan lainnya.
Ketika hampir semua peradaban Jawa lainnya telah didominasi oleh ajaran Islam, Suku Tengger masih mempertahankan kepercayaan para leluhurnya dari Majapahit.
Diketahui, para leluhur Suku Tengger menganut aliran kepercayaan Siwa-Budha yang kemudian berkembang menjadi agama Hindu seperti yang dipegang oleh Suku Tengger kini.
KOMENTAR