Jumlah tersebut bahkan lebih dari empat kali lipat jumlah tentara AS yang hilang dalam memerangi terorisme.
Profesor Psikiatri di Wayne State University (AS), Arash Javanbakht, menjelaskan bagaimana tingginya risiko bunuh diri dari mereka yang berprofesi tentara, terkait dengan penggunaan alkohol dan sebagainya.
“Menjadi tentara adalah profesi dengan tingkat stres yang tinggi.
"Banyak tentara memilih untuk menggunakan alkohol dan stimulan untuk menghilangkan tekanan jika mereka tidak ingin menderita depresi. Namun, penyalahgunaan hal-hal ini meningkatkan risiko bunuh diri," katanya.
Sementara itu, Mark Kaplan, profesor sosiologi di UCLA Luskin School of Public Schools, mengatakan AS membuat kesalahan dengan memperlakukan masalah bunuh diri tentara hanya sebagai "krisis kesehatan mental".
Menurutnya, banyak aspek yang mempengaruhi tindakan bunuh diri yang dilakukan tentara AS, tetapi ini diabaikan.
“Banyak tentara yang bertugas aktif melakukan bunuh diri tanpa memiliki penyakit mental.
"Banyak aspek lain yang diabaikan oleh pihak berwenang, seperti penggunaan senjata api," katanya.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR