Perlawanan sempat dilancarkan kembali oleh Sultan Hassanudin, tapi VOC kembali bisa mengalahkannya.
Pada 12 Juni 1669, Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda, sementara Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Selain menjadi awal keruntuhan Kesultanan Gowa, Perjanjian Bongaya rupanya memakan korban selanjutnya, yaitu Kerajaan Bone.
Keruntuhan Kerajaan Bone berawal dari keinginan Raja Bone, Arung Datu (1823-1835 M) untuk merevisi perjanjian tersebut.
Meski telah membantu VOC melawan Sultan Hasanuddin, ternyata Kerajaan Bone tidak selamanya menjadi sekutu VOC.
Bone menjadi kerajaan terkuat di Sulawesi segera setelah Kesultanan Gowa jatuh, yaitu ketika Kerajaan Bone dipimpin oleh Arung Palakka, sultan ke-15 yang bertahta antara 1672 - 1696 M.
Namun karena VOC yang membuat Arung Palakka berhasil berkuasa, Bone tetap di bawah bayang-bayang Belanda, dan kemudian mengalami kemunduran saat sultannya, Sultan Ismail Muhtajuddin sebagai raja ke-24, wafat pada 1823 M.
Setelah itu, kekuasaan dilanjutkan oleh Arung Datu (1823-1835 M). Ketika berusaha merevisi isi Perjanjian Bongaya, Arung Datu akhirnya memicu kemarahan Belanda.
KOMENTAR