Dia tahu Republik Persatuan Arab telah menjadi kegagalan yang mahal dan perang di Yaman adalah bencana.
Dia melihat bahwa ketergantungan berlebihan pada Uni Soviet — yang akan selalu memprioritaskan hubungannya dengan AS — berbahaya.
Jadi dia mengecewakan rakyatnya sendiri. Sadat bertekad untuk berbuat lebih baik.
Dan itulah mengapa Sadat berpikir lebih penting untuk mendapatkan kembali Sinai dan berdamai dengan Israel daripada membiarkan lebih banyak tentara Mesir mati untuk Palestina: empat perang sia-sia sejak tahun 1948 sudah cukup.
Meski begitu, kini Dunia Arab terlihat tengah melakukan apa yang Sadat dulu lakukan.
Keputusan sepihaknya untuk mengunjungi Yerusalem, yang pada saat itu tampak luar biasa, sekarang hanya terlihat jelas, ketika para menteri Israel mengunjungi ibu kota Teluk dan duta besar Arab menunjukkan kepercayaan mereka di Israel.
Semakin banyak, kita melihat penekanan baru oleh pemerintah Arab pada penciptaan bukan identitas pan-Arab atau pan-Islam, tetapi pada kisah kepemilikan nasional.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR