James juga mengungkapkan alasan mangkirnya Suyanto Gondokusumo di panggilan sebelumnya lantaran surat tidak sampai kepada kliennya yang menetap di Singapura.
Dia mengatakan, Suyanto Gondokusumo tinggal Singapura sesaat setelah kerusuhan tahun 1998. Saat itu juga, Bank Dharmala menjadi salah satu penerima kucuran dana BLBI sebesar Rp 904,4 miliar.
Kini, saat pemerintah menagih utang tersebut, kuasa hukum Suyanto Gondokusumo juga mempertanyakan alasan pemerintah baru menagihnya.
"Kenapa baru 20 tahun kemudian baru ditagih ulang? Kenapa enggak saat itu saja dibereskan. Kalau masih ada kurang, ya ini (tunjukan) kekurangannya. Gitu, lho," ujar James.
Profil Suryanto Gondokusumo
Mungkin namanya jarang terdengar, namun, sosok Suryanto Gondokusumo bukanlah orang sembarangan.
Dia merupakan anak tertua dari Suhargo Gondokusumo, pria kelahiran Fujian, Cina, yang merantau ke Indonesia pada 1947.
Akhir 1950, Suhargo mendirikan Dharmala Grup di Surabaya. Pada awalnya, bisnis perusahaan tersebut berada di sektor perdagangan hasil pertanian, salah satunya dengan mengekspor kopi.
Begitu Suyanto Gondokusumo kembali dari studi di Amerika Serikat, pada tahun 1970, ia membantu melebarkan sayap bisnis perusahaan ayahnya.
Baca Juga: Serius Tak Perlu Keluar Uang, Basmi Tikus Berkeliaran Cukup Pakai Cabai, Begini Caranya!
Beberapa bidang yang digeluti yakni real estate seperti Wisma Dharmala, PT Taman Harapan Indah, dan lainnya.
Juga di sektor keuangan dengan mendirikan PT Bank Pasar Warga Nugraha.
Lalu di sektor bisnis impor dan distribusi seperti PT Mekasindo Dharma International dan PT Kayu Eka Ria.
Sayap bisnis Dharmala Grup juga melebar ke luar negeri. Salah satunya melalui perusahaan multinasional yang beroperasi di Hong Kong (DMT International Hong Kong), Filipina dan Thailand. Dharmala Grup juga membentuk DeMat Investment untuk berinvestasi di Tiongkok.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR