Hanya saja, kondisi ini pada faktanya, tidak pernah bisa membuat Australia berpikir untuk lebih membuka diri kepada para pengungsi.
Mereka justru lebih memilih sistem pengelolaan sumber daya manusia layaknya sebuah perusahaan swasta.
Australia lebih memilih sebuah sistem yang umum dikenal sebagai proyek pekerja musiman.
Melalui sistem ini, para pekerja hanya akan tiba di Australia jika memang sektor-sektor industri tertentu sedang memerlukannya.
Misalnya saja para pekerja yang tiba saat sektor pertanian akan menghadapi musim panen.
Namun, jika musim panen tersebut telah usai, maka para pekerja tersebut tidak memiliki pilihan lain selain kembali ke negara asal mereka.
Memang mereka diberi gaji yang cukup tinggi, yaitu mencapai Rp2 juta 'hanya' untuk bekerja selama 8 jam.
Hanya saja, seperti halnya sistem outsourcing yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan swasta, mereka tidak memiliki perlindungan apa pun.
KOMENTAR