PKI memperoleh peringkat 4 dalam Pemilu 1955 dengan perolehan 16,36 persen suara.
Namun, berselang dua tahun, 1957, Partai Masyumi yang juga terlibat dalam pemilu 1955 merasa tersaingi dengan PKI, sehingga partai ini menuntut agar PKI dilarang.
Tidak jauh dari peristiwa tersebut, dibentuklah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang difungsikan untuk menangkap ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang mereka kuasai.
Mengetahui hal tersebut, Soekarno yang mendukung sayap kiri pun mengeluarkan Undang-undang Darurat.
Pada 1960, Soekarno mencetus sebuah slogan bernama Nasakom yang berarti Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian maka peranan PKI sebagai mitra politik pun dilembagakan oleh Soekarno.
Kehadiran PKI yang terasa semakin kuat, membuat khawatir para pesaing. Kemudian mulailah muncul gerakan-gerakan untuk menentang PKI.
Puncak keruntuhan partai ini ketika terjadi peristiwa 30 September, di mana PKI menjadi tersangka utama tragedi kejam tersebut.
Presiden Soekarno berusaha untuk meyakinkan bahwa PKI tidak terlibat sebagai partai dalam kejadian tersebut, melainkan adanya sejumlah tokoh PKI yang bertindak luar kendali. Namun hingga kini, dalang dibalik peristiwa 30 September terus menjadi perdebatan.
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR