Apa Konsekuensinya?
Apa konsekuensi yuridis dari janji-janji ke publik tersebut?
Tentu ada yang mengatakan, janji bukan utang piutang, yang bila tidak dipenuhi, bisa dianggap wanprestasi (ingkar).
Malah, mungkin ada yang berkata, syukurlah kalian sempat saya beri janji.
Hukum Perdata kita jelas mengatakan, perjanjian itu tidak harus tertulis.
Perjanjian dapat berupa perjanjian cuma-cuma, yakni, hanya pihak yang diberilah yang beruntung, dan perjanjian atas beban, yang berarti, pemberi janji dan yang diberi janji, secara timbal balik mendapatkan keuntungan.
Lalu, Kitab Undang-undang Hukum Perdata kita menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat semua pihak (pemberi janji dan yang diberi janji), sama dengan undang-undang.
Masih kata undang-undang lagi, sahnya sebuah perjanjian, antara lain, adalah kesepakatan, semua pihak cakap untuk berbuat, perjanjian tersebut mengenai suatu hal.
Semua persyaratan ini terpenuhi, karena baik pemberi janji, maupun rakyat, dua-duanya sepakat, cakap dan mereka sepakat tentang adanya uang.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR