Baca Juga: Oknum TNI Masih Suka Main Pukul dan Tendang ke Warga Sipil, ‘Penyakit’ Orde Baru Kambuh?
Hal tersebut seperti yang disampaikan peneliti KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan), Rivanlee Anandar.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Rivanlee Anandar, mengatakan pemecatan pejabat TNI saja tak cukup.
Ia berharap persidangan terhadap tersangka kasus penginjakan kepala warga Papua dapat dilakukan seterbuka mungkin dengan menggunakan peradilan umum karena menurutnya mekanisme peradilan militer seringkali tertutup.
"Dorongan kami adalah selesaikan kasus ini ke ranah peradilan umum supaya presedennya muncul bahwa [aparat] tidak bisa semena-mena untuk mengambil langkah kepada masyarakat sipil, dalam hal apa pun, karena ada peraturan yang membatasi gerak mereka kepada warga sipil.
"Hal ini juga menjadi sanksi yang tegas nantinya jika dilaksanakan secara transparan dan akuntabel di dalam rekam jejak penegakan hukum kita," ujar Rivanlee.
Sementara itu, Komnas HAM melihat peristiwa penginjakan kepala itu mirip dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat.
Pada bulan Mei lalu, menjadi sorotan dunia ketika seorang polisi di AS menekan dengan lututnya leher seorang warga kulit hitam bernama George Floyd. Peristiwa ini kemudian memicu gelombang protes Black Lives Matter.
Namun, pihak TNI AU mengatakan dua kasus tersebut "jauh berbeda".
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR