Satu lelaki Papua yang mengenakan kaus hitam-merah ditidurkan di atas tanah, dengan dada diinjak dan sebilah parang siap menyembelih lehernya.
Pemandangan lebih mengenaskan terjadi pada menit selanjutnya.
Satu warga Papua lain terbaring telentang di atas tanah tanpa pakaian.
Kedua tangan dan kakinya diikat.
Sambil lehernya diinjak, ia terus ditanya tentang tempat penyimpanan senjata milik OPM oleh orang-orang berpakaian preman.
Hasil tayangan video ini menunjukkan, setelah pria tersebut menjawab dengan menyebutkan lokasi penyimpanan senjata ada di sebuah kandang babi, salah satu interogator berteriak: "Bohong, bohong."
Puncaknya, interogator lain menganiaya pria Papua itu dengan menggunakan sebatang kayu yang diambil dari kobaran api dan masih mengepulkan asap.
Lalu ia membakar kelamin lelaki naas itu dengan kayu tadi.
Pria ini lantas mengerang kesakitan, terlebih tindakan itu dilakukan berulang kali.
Lembaga Asian Human Rights Commission yang melansir video ini terlihat mengarahkan hasil rekaman tersebut untuk mempropagandakan kekejaman Indonesia dalam penanganan Papua.
Dalam salah satu bagian video tersebut, mereka menuliskan, "Indonesia ratified the United Nations Convention Against Torture in 1998, but has still not stopped using torture".
Berita soal penganiayaan TNI ini telah dimuat—setidaknya—oleh salah satu surat kabar di Australia, Sydney Morning Herald.
Namun, saat rekaman itu memicu kemarahan Indonesia dan internasional, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai presiden tidak berbuat banyak.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR