Dia masih gesit, cekatan, dengan badan yang tinggi kokoh, yang ketika itu masih berusia 41 tahun.
Tahun 1946 ketika Belanda melancarkan agresinya yang pertama menyerbu Yogyakarta, Soematri juga meninggalkan bangku kuliah dan ikut angkat senjata.
Rupanya Prof. Brodjonegoro, ayah Soemantri, berhasil menjadikan puteranya seorang patriot.
Brodjonegoro, si ‘jago tua’ ini merupakan bapak Pendidikan Masyarakat, yang selama hidupnya tak pernah mau bekerja sama dengan penjajah ini, juga aktif memberantas buta huruf.
Sementara, Soemantri dalam perjuangannya pernah merasakan sendiri bagaimana ‘berurusan’ dengan orang-orang komunis, bahkan sempat dijatuhi hukuman mati hanya karena seragam TNI yang dikenakannya.
Namun, Tuhan masih melindunginya ketika kesatuan Siliwangi sedang membebaskan Madiun.
Setelah penyerahan kedaulatan dan pemerintah pusat pindah dari Yogya ke Jakarta, Soemantri dibebastugaskan dari dinas ketentaraan karena ingin melanjutkan kuliah yang tertunda.
Soemantri pun kembali ke bangku kuliah sebagai mahasiswa biasa, bukan sebagai tentara tugas belajar.
Sesudah menamatkan tingkat dua pada Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian menjadi Fakultas Teknik) UGM, lalu mendapatkan beasiswa dari Kementerian Angkatan Perang dan dikirim ke negeri Belanda untuk melanjutkan belajar.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR