Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat tiap tahun pada 1 Desember yang mereka sebut "hari kemerdekaan Papua".
Kemudian pada Oktober 1968, Nicolaas Jouwe, anggota Dewan Nugini dan Komite Nasional yang dipilih oleh Dewan itu tahun 1962, membujuk PBB mengklaim jika 30 ribu pasukan Indonesia dan ribuan warga Indonesia menekan populasi Papua.
Menurut Dubes AS Galbraith, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik juga yakin militer Indonesia adalah penyebab masalah di Papua dan jumlah pasukan harus dikurangi setidaknya satu setengahnya.
Dubes Galbraith menggambarkan OPM untuk 'tunjukkan sentimen raksasa anti-Indonesia' dan kemungkinan 85-90% warga Papua bersimpati dengan Papua Merdeka karena setidaknya tidak suka dengan warga Indonesia."
Birgadir Jenderal Sarwo Edhie Wibowo melihat desain itu dan melakukan Aksi Pilihan Bebas yang dilaksanakan dari 14 Juli sampai 2 Agustus 1969.
Perwakilan PBB Oritiz Sanz sampai di sana pada 22 Agustus 1968 dan membuat permintaan berulang kepada Indonesia untuk perbolehkan sistem referendum yaitu satu orang satu voting tapi permintaan ini ditolak atas dasar aktivitas itu tidak spesifik atau tidak diminta oleh Kesepakatan New York 1962.
Seribu dua puluh lima warga Papua dewasa dipilih dan diinstruksikan sesuai prosedur yang diperlukan oleh artikel Kesepakatan New York 1962.
Hasilnya adalah konsensus integrasi masuknya Papua ke Indonesia.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR