Melansir New Mandala, dalam artikel yang ditulis Ivo Mateus Goncalves (17/12/2019), Pada 1980-an, pemerintah daerah Indonesia memberikan beasiswa dalam jumlah besar kepada pemuda Timor Leste untuk melanjutkan studi di berbagai universitas di Indonesia seperti di Bali, Jakarta dan Jawa.
Tujuan dari kebijakan itu adalah untuk mengintegrasikan pemuda Timor-Leste secara politik atau budaya ke dalam negara kesatuan Indonesia melalui program kesempatan pendidikan yang sangat besar.
Disebut, kebijakan pemerintah Indonesia adalah salinan dari Kebijakan Etis yang dipraktikkan oleh penjajah Belanda pada tahun 1901.
Saat itu, hubungan antara front bersenjata dan penduduk Timor Leste pun telah semakin meningkat karena mereka bertemu hampir setiap hari untuk mencari dukungan logistik.
Terjadinya kekurangan pangan membuat militer Indonesia membiarkan penduduk memenuhi kebutuhan pokokya.
Sementara itu, berbeda dengan perkiraan pemerintah Indonesia bahwa pemberian beasiswa akan mengintegrasikan pemuda Timor Leste dengan negara kesatuan Indonesia, justru kebijakan ini menjadi bak bumerang.
Pada tanggal 20 Juni 1988, organisasi gerakan mahasiswa pertama Perlawanan Nasional Mahasiswa Timor Timur (RENETIL-Resistencia Nacional dos Estudantes de Timor-Leste) didirikan di Denpasar, Bali.
Sebagian besar pendirinya berusia dua puluhan dan yang tertua adalah mendiang Lucas da Costa, yang lahir pada awal 1950-an.
Beberapa tahun setelah invasi, pada 1980-an, sebagian besar pasukan gerilya Timor Leste telah disapu bersih oleh militer Indonesia dan hanya segelintir dari mereka yang selamat dari serangan militer Indonesia.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR