Laporan tersebut lantas diteruskan kepada Kolonel Sahala Radjagukguk yang berada di lapangan untuk memperketat pengepungan kepada pasukan Lobato.
Kapten Prabowo juga diberi tugas mengkoordinasikan pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada.
Nanggala-28 kemudian meluncur ke lokasi pengepungan, tanpa basa-basi lagi langsung menarik pelatuk senapan menyiram Lobato dan pasukannya.
Adu peluru silih berganti antar kedua belah pihak, sengit, semerbak bau mesiu dimana-mana.
Sejumlah pengawal Lobato tewas, namun presiden Fretilin itu tak mau menyerah. Ia mencoba melarikan diri bersama sisa pengawalnnya.
Namun nahas, pada 31 Desember 1978, pelariannya disekat oleh Yon 744 Somodok. Kemudian terjadi pertempuran jarak dekat antara Yon 744 Somodok dan pasukan Lobato.
Seperti dikutip dari Kiki Syahnakri: Timor Timur The Untold Story, pelarian Lobato berakhir setelah ia ditembak oleh Sertu Jacobus Maradebo, seorang prajurit ABRI asli Timor Timur tepat di dadanya.
Setelah dipastikan tewas, Panglima TNI M Jusuf pun melapor ke Presiden Soeharto, bahwa pentolan utama Nicolao Lobato berhasil dieliminasi.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR