Disiplin melampaui perlakuan manusiawi dan mencakup hukuman seperti tugas yang terlalu berat, makanan yang tidak cukup, dan pemukulan yang kasar.
Pada tahun 1943, para komandan senior Angkatan Darat menyadari bahwa hal tersebut menyebabkan moral yang buruk di antara pasukan mereka.
Namun, arahan mereka untuk mengakhiri praktik semacam itu diabaikan secara luas.
Demikian pula, konsep Jepang tentang kematian yang mulia membuat beberapa komandan bersikeras menuntut menggunakan bayonet, meskipun itu merupakan bunuh diri dan amunisi yang lebih cocok tersedia.
Jepang pun terus berperang bahkan setelah jatuhnya Jerman pada Mei 1945.
Kaisar Hirohito terpaksa menyerah ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus.
Penggantian Konstitusi Jepang yang dibuat setelah kemenangan Sekutu secara tegas melarang penggunaan kekuatan militer Jepang, sebagai upaya untuk menangkal ancaman militerisme. Namun demikian, pada tahun 1947 pasukan Keamanan Umum dibentuk, yang di kemudian hari menjadi Pasukan Bela Diri Darat.
Sementara sejumlah anggota Tentara Kekaisaran Jepang, dalam waktu yang lama menolak untuk menerima legitimasi penyerahan bangsa mereka, dan terus menganggap diri mereka sebagai pihak yang berperang dalam perang aktif. Tentara Kekaisaran Jepang terakhir yang menyerah melakukannya di Filipina dan Indonesia pada tahun 1974.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR