Dalam kondisi yang sulit sekalipun, tak membuat Tentara Kekaisaran Jepang menyerah dengan mudahnya.
Misalnya, dalam Pertempuran Saipan. Dari sebuah garnisun dengan kekuatan lebih dari 30.000, hanya sedikit lebih dari 900 orang yang jatuh ke tangan musuh sebagai tawanan perang.
Dalam beberapa kasus, tingkat penyerahan bahkan lebih rendah, seperti di Tarawa, di mana hanya 17 pasukan yang ditangkap dari pasukan berkekuatan 3.000 orang.
Bahkan dalam Pertempuran Okinawa yang jauh lebih besar, hanya di bawah sepuluh persen tentara Jepang menyerah, dengan banyak pria melakukan bunuh diri di medan perang setelah mendapatkan otorisasi kekaisaran untuk melakukannya.
Mereka memiliki reputasi yang menakutkan, bukan hanya karena pengabdiannya yang fanatik dan membuatnya tak mudah menyerah, tapi juga perlakuan brutalnya terhadap non-kombatan dan tahanan.
Setelah perang, lebih dari 5.000 pengadilan kejahatan perang diadakan, dengan banyak perwira dan laki-laki dihukum karena kekejaman yang dilakukan.
Pada tahun 1941, Mayor Jenderal Horii memberi perintah kepada anak buahnya untuk tidak membunuh atau menjarah dari warga sipil, tetapi kejadian ini hanya sedikit.
Banyak pihak berwenang beralasan bahwa tentara berperilaku brutal karena anak buahnya sendiri telah diperlakukan kasar selama wajib militer.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR