Ketika gelombang perang mulai berbalik melawan Jepang, diputuskan pada bulan Desember 1944 bahwa keterampilan tunggal Letnan Onoda paling baik bila digunakan di Filipina.
Saat Amerika bersiap untuk menyerang, Onoda mendarat di pulau Lubang.
Perintahnya sederhana, sabotase pelabuhan dan lapangan terbang pulau itu agar tidak dapat digunakan oleh pasukan Sekutu.
Sayangnya bagi Onoda, perwira atasan yang dihubunginya setibanya di Lubang punya ide lain.
Mereka akan membutuhkan pelabuhan dan lapangan terbang itu untuk mengevakuasi orang-orang mereka, kata mereka.
Alih-alih diizinkan untuk melaksanakan perintah yang telah diberikan kepadanya di Jepang, Onoda malah diperintahkan untuk membantu evakuasi yang akan datang.
Ketika invasi akhirnya terjadi pada 28 Februari 1945, tidak lama kemudian sebagian besar tentara Jepang yang mempertahankan pulau itu terbunuh, ditangkap, atau berhasil melarikan diri.
Saat dia bersiap untuk keluar dari pulau itu, komandan Onoda, Mayor Yoshimi Taniguchi, memberi Onoda dan anak buahnya yang tersisa sebuah perintah yang akan mengubah jalan hidup letnan muda itu.
Taniguchi menyuruh Onoda untuk tetap tinggal dan berjuang, serta jangan pernah menyerah.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR