Dalam pertempuran dengan pasukan Jepang, akhirnya pasukan sekutu dipukul mundur, namun evakuasi berhasil dilakukan mulai akhir Desember 1942.
Bukan hanya mengabaikan Timor Leste setelah terjadi invasi Indonesia, terungkap melalui Buku Kebijakan Canberra -dari invasi hingga kemerdekaan- yang dirilis oleh National Archives of Australia bagaimana Australia mendukung invasi Timor Leste.
Melansir The Strategist (28/1/2020), sebuah buku kabel, laporan dan kiriman 900 halaman, menunjukkan perdana menteri yang kuat, Gough Whitlam, memaksakan kehendaknya sementara Departemen Luar Negeri menderita dan resah.
Duta Besar Australia untuk Jakarta, Richard Woolcott, menulis bahwa Canberra harus memutuskan antara 'idealisme Wilsonian dan realisme Kissingerian'.
Sementara Duta Besar Australia di Portugal, Frank Cooper, mempertanyakan kerugian akibat mengorbankan Timor Lorosa'e ke Indonesia untuk Australia.
Kemudian diungkapkan , bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Whitlam menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.
Catatan pertemuan Australia mengutip Whitlam, berbunyi: "Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan… "
Whitlam, dalam catatan laporan itu, menawarkan dua pemikiran dasar: Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia. Kedua, hal ini harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik. Perdana Menteri menekankan bahwa ini belum menjadi kebijakan Pemerintah tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.'
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR