Intisari-Online.com -Sama seperti ibu yang melahirkan secara normal, ibu yang melahirkan secara sesar juga sangat pantas untuk disebut sebagai pahlawan.
Umumnya, sebagian besar masyarakat menganggap bahwa wanita yang melahirkan secara normal adalah seorang pahlawan.
Hal ini karena perjuangan mereka untuk melahirkan buah hati yang sering kali sampai beradai antara hidup dan mati.
Ada beberapa penyebabnya, seperti preeklamsia atau pendarahan.
Di sisi lain, wanita yang melahirkan secara sesar, sering kali dianggap sebagai seorang ibu yang manja.
Mereka dianggap takut untuk merasakan sakit saat melahirkan dan lebih lanjut takut mengambil risiko dengan melahirkan normal.
Padahal, faktanya, mereka yang melahirkan secara sesar pun sangat pantas untuk disebut sebagai pahlawan.
Ada beberapa risiko yang menanti mereka saat melahirkan secara sesar, termasuk risiko kematian.
Tak percaya? Simak saja daftar risiko yang harus dihadapi sang ibu yang melahirkan sesar, seperti dilansir dari Nakita.ID:
1. Nyawa sebagai taruhannya
Meski terlihat aman, bukan berarti melahirkan sesar tanpa risiko.
Saat dokter memutuskan untuk melahirkan bayi secara sesar, maka nyawa ibu menjadi taruhannya.
Ini karena risiko yang diambil saat melahirkan sesar tidaklah sedikit. Belum lagi risiko kesehatan lainnya.
Ingat, dibandingkan persalinan per vaginam atau normal, prosedur operasi sesar membuat kesehatan sang ibu lebih berisiko.
Sebuah studi dari Canadian Medical Association Journal pada Maret 2007 menyebutkan, beberapa risiko yang mesti dihadapi sang ibu saat memilih sesar antara lain hematoma pada luka bekas operasi, yang secara otomatis dapat memperpanjang masa perawatan Ibu di rumah sakit.
Studi lain yang dimuat di jurnal Current Women’s Health Review pada Mei 2013 menambahkan menambahkan bahwa risiko luka di kantong kemih sebagai salah satu jenis cedera yang paling sering terjadi pada persalinan sesar.
2. Gangguan venous thromboembolism (VTE) pascamelahirkan
Studi yang dimuat di jurnal CHEST pada September 2016 memperlihatkan, ibu yang menjalani persalinan sesar empat kali lipat lebih besar kemungkinan mengalami gangguan pembuluh darah VTE, yang dipicu oleh faktor pembekuan darah yang tidak normal.
Tingginya prevalensi ini dibandingkan dengan angka kejadian pada ibu yang melahirkan secara normal.
“Persalinan sesar itu sendiri merupakan faktor risiko independen terhadap kemungkinan terjadinya VTE di periode pascamelahirkan. Dalam masa kritis ini, ibu yang melalui persalinan sesar dapat mengalami proses pembekuan darah yang lebih aktif dibandingkan mama yang melahirkan secara normal. Sekitar 3 kasus VTE dapat terjadi untuk setiap 1.000 persalinan sesar,” kata peneliti utama Marc Blondon dari Divisi Angiology and Hemostasis, Geneva University Hospitals, Jenewa, Swiss.
3. Berjuang melahirkan sendiri
Operasi melahirkan sesar sama dengan operasi bedah lainnya, penuh sayatan, darah, dan operasi yang memakan waktu lama.
Bolehlah ibu yang melahirkan normal senang karena saat melahirkan, ada suami yang mendampingi. Ibu bisa menjerit, mencakar suami, atau memegang tangannya erat-erat.
Tapi mereka yang melahirkan sesar harus melahirkan tanpa orang terdekat yang menemani, hanya ada dokter dan perawat. Semua dilakukan demi sang buah hati yang akan dilahirkannya.
4. Perjuangan menyusui lebih berat
Dibandingkan melahirkan normal, perjuangan menyusui ibu yang melahirkan secara sesar lebih berat.
Ini karena saat melahirkan sesar, ibu tak bisa segera bertemu dengan bayi, sehingga interaksi antara ibu dan bayi kemungkinan tertunda.
Sebuah penelitian yang dimuat di BMC Pregnancy and Childbirth pada April 2016 lalu memperlihatkan, ibu yang melahirkan sesar secara terencana cenderung menyatakan tidak ingin menyusui, sehingga tidak menjalani inisiasi menyusu dini (IMD) segera setelah melahirkan.
Rendahnya angka IMD ini disertai dengan meningkatnya risiko mama mengalami kesulitan saat menyusui nantinya.
Ya banyak ibu yang melahirkan secara sesar berhasil menyusui. Tapi ingat mereka harus berjuang keras dan tanpa kenal lelah, agar ia dapat memberikan makanan terbaik buat si kecil.
Lebih dari itu, banyaknya luka yang dialami, darah yang keluar, jahitan panjang yang harus mereka hadapi, serta nyeri berkepanjangan usai melahirkan membuat ibu yang melahirkan secara sesar layak mendapatkan predikat pahlawan.
Luka-luka itu tidak cepat mengering, bahkan membekas sampai bertahun-tahun. Biarlah semua itu menjadi tanda, betapa besar perjuangan ibu-ibu yang melahirkan secara sesar.
Jadi, masih enggan menyebut ibu yang melahirkan secara sesar sebagai seorang pahlawan?