Intisari-Online.com - Setelah kemerdekaanya, skandal penyadapan intelijen Australia menjadi sejarah yang memilukan bagi Timor Leste.
Peristiwa itu menambah panjang sejarah memilukan Timor Leste, setelah mengalami ratusan tahun penjajahan Portugis di masa lalu, hingga invasi Indonesia.
Skandal mata-mata itu pun sempat memanaskan hubunagan dua negara yang bertetangga tersebut.
Penyadapan diduga dilakukan untuk memperoleh informasi terkait negosiasi Timor Leste dan Australia atas ladang minyak dan gas.
Diyakini Australia ingin memastikan bahwa mereka berada di posisi yang menguntungkan dengan negosiasi tersebut.
Sementara bagi Timor Leste berada dalam posisi yang dirugikan.
Kasus tersebut pun sempat dibawa ke pengadilan arbitase internasional pada 2013.
Belakangan ini, penerus Xanana Gusmao, yaitu Presiden Republik Demokratik Timor Leste ke-2, José Ramos-Horta, justru meminta agar Australia melupakan skandal tersebut. Apa alasannya?
Sikap Ramos-Horta dilatarbelakangi penuntutan Saksi K dan pengacara Bernard Collaery yang masih berlanjut, buntut dari terungkapnya skandal penyadapan tersebut.
Melansir The Guardian (2/9/2020), José Ramos-Horta telah mendesak Australia untuk menunjukkan kebijaksanaan, kejujuran dan belas kasih dengan menghentikan penuntutan yang tidak adil terhadap Saksi K dan Bernard Collaery.
Ia menggambarkannya sebagai sebuah kasus yang 'politik' dan yang telah 'sangat mengejutkan' rakyat Timor.
Ramos-Horta, yang merupakan pemenang hadiah Nobel perdamaian ini mengatakan kedua orang tersebut harus diizinkan untuk menjalani sisa hidup mereka secara normal.
Juga bahwa Australia dan Timor-Leste harus meletakkan skandal penyadapan tersebut sebagai sebuah 'awan gelap' pada hubungan bilateral yang sebaliknya positif di luar kasus tersebut.
“Kita harus melupakan semua ini [kita] dan tolong tunjukkan kebijaksanaan, tunjukkan kejujuran, kasih sayang, jika Anda mau, untuk membiarkan Saksi K menjalani hidupnya sebagai seorang patriot Australia yang terhormat,” Ramos-Horta mengatakan pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Australia Lembaga.
“Berhenti mengganggu Bernard Collaery. Biarkan dia kembali ke praktik hukumnya dan memiliki kehidupan normal serta menghormati mereka," sambungnya.
Saksi K, yang seorang mantan perwira intelijen, dan pengacaranya Collaery, mantan Jaksa Agung ACT, menghadapi potensi hukuman penjara karena menyampaikan informasi tentang operasi penyadapan tahun 2004.
Terungkapnya keberadaan operasi penyadapan itu membuat Timor-Leste membawa Australia ke pengadilan internasional dan kemudian berakhir dengan merundingkan kembali perjanjian dengan cara yang lebih adil.
Namun kasus penyadapan ini tak berhenti di situ.
Selanjutnya penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery dimulai segera setelah perjanjian baru antara Timor Leste dan Australia ditandatangani.
Ramos-Horta mengatakan berita penuntutan itu 'sangat mengejutkan' rakyat Timor dan berpendapat bahwa tindakan itu tidak ada gunanya.
“Jelas sekali di Timor-Leste, setiap orang yang mengikuti penyimpangan ini dan situasi ini, perlakuan yang sangat tidak adil terhadap Bernard Collaery dan Witness K, kami sangat terkejut karena kami seharusnya mencapai jalan ke depan dalam hubungan secara keseluruhan,” kata Ramos-Horta.
Ramos-Horta mengatakan bahwa dia memahami keperluan kerahasiaan seputar operasi intelijen, namun operasi mata-mata terhadap Timor-Leste menurutnya berbeda.
Ramos-Horta mengatakan dia terkejut bahwa negara seperti Australia akan membiarkan proses pengadilan dikaburkan sedemikian rupa.
Ramos-Horta mengatakan dia tidak tahu apa yang diperoleh pemerintah dari penuntutan itu.
"Itu politis, apa yang mereka peroleh darinya, saya tidak tahu," katanya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini