Gilmore menceritakan bahwa saat itu ia mengambil cuti untuk bergabung dengan misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa di Timor Leste.
Pasukan perdamaian PBB memasuki Timor Leste usai terjadi kerusuhan pasca-Referendum Timor Leste 1999.
Dikatakannya, tentara Indonesia yang menduduki Timor Leste menghancurkan hampir setiap kota, dan dengan paksa membawa sepertiga penduduk bersama mereka.
"Saya bertanggung jawab atas 'keamanan nasional' dan melapor kepada kepala misi PBB Sergio de Mello (yang meninggal secara tragis empat tahun kemudian, dalam pemboman Hotel Kanal Baghdad)," ungkapnya.
Meski begitu, dikatakan Gilmore, bahwa itu tidak seharusnya menjadi pekerjaannya, namun karena supervisornya telah mengundurkan diri, ia menggantikan tugasnya.
"Dan saya ditinggalkan dalam peran 'akting' jauh di atas kemampuan saya," katanya.
Kemudian suatu hari, de Mello memberi tahunya bahwa perdana menteri Timor, Mari Alkatiri, menginginkan badan intelijen.
Menurutnya, 24 tahun pendudukan Indonesia, mengajarkan Alkatiri pelajaran praktis bahwa mata-mata merupakan hal penting.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR