Intisari-Online.com - Bicara soal virus corona (Covid-19) sepertinya tak akan habis-habis.
Apalagi melihat jumlah kasus virus corona yang sudah menembus angka 39 juta di seluruh dunia.
Ditambah sudah 1 juta lebih orang tewas karena pandemi yang sudah berlangsung selama 10 bulan ini.
Belum lagi berbagai dampak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu.
Nah, seolah masalah tak kunjung selesai, para ilmuwan kembali mengumumkan berita buruk.
Menurut mereka, Matahari saat ini tengah memasuki periode "lockdown" yang berpotensi menimbulkan berbagai bencena.
Seperti gempa bumi, cuaca beku, dan kelaparan.
Menurut mereka, saat ini aktivitas permukaan Matahari sedang turun drastis karena berada dalam periode solar minimum (minimum Matahari).
Akibatnya, sinar matahari mengalami penurunan drastis yang ditandai dengan bintik matahari yang menghilang.
“Solar minimum sedang berlangsung, dan ini parah,” ujar astronom Dr Tony Phillips, dikutip dari The Sun, Minggu (17/5/2020).
Terparah dalam satu abad terakhir
Menurut Philips, dari jumlah bintik matahari yang ada, kondisi saat ini termasuk yang terparah dalam satu abad terakhir.
Akibatnya, menurut dia, medan magnet matahari menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke tata surya.
"Kelebihan sinar kosmik menimbulkan bahaya kesehatan bagi para astronot dan perubahan udara kutub, memengaruhi elektro-kimia atmosfer Bumi, dan dapat membantu memicu petir," ujarnya.
Dalton Minimum
Para ilmuwan NASA mengkhawatirkan hal ini bisa memicu kembali terjadinya Dalton Minimum yang pernah terjadi antara tahun 1790 dan 1830.
Pada saat Dalton Minimum terjadi, suhu menjadi sangat dingin, munculnya letusan besar gunung berapi, gagal panen, dan timbulnya kelaparan.
Saat itu, suhu anjlok hingga 2 derajat celsius selama 20 tahun dan produksi pangan dunia merosot.
Letusan Gunung Tambora di Indonesia pada 10 April 1815, yang menewaskan sedikitnya 71.000 orang juga dianggap sebagai bagian dari efek Dalton Minimum saat itu.
Dampak lainnya saat itu, juga menjadi tahun tanpa musim panas pada tahun 1816.
Melansir dari Forbes yang menukil data dari Spaceweather.com, sudah ada 100 hari pada tahun 2020 ini, di mana matahari menunjukkan nol bintik matahari.
Tahun ini, matahari telah mengalami kekosongan tanpa bintik sebesar 76 persen.
Tahun 2019, matahari sempat mengalami kekosongan sebesar 77 persen.
Dua tahun berturut-turut sedikit bintik membuat minimum matahari semakin parah.
Apa itu bintik matahari?
Sunspot atau bintik matahari merupakan area aktivitas magnet di permukaan matahari.
Sunspot muncul sebagai area gelap yang menjadi indikasi aktivitas matahari, melahirkan semburan matahari, dan coronal mass ejections atau lontaran massa korona matahari.
Walaupun bintik matahari tampak kecil, tetapi sebenarnya ia berukuran besar.
Bintik matahari telah dihitung sejak tahun 1838 yang membuat ilmuwan dapat membaca siklus matahari dengan melihat aktivitas permukaannya.
(Nur Rohmi Aida)
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ilmuwan: Matahari dalam Fase "Lockdown", Waspadai Berbagai Bencana")
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR