Advertorial
Intisari-online.com - ASEAN berdiri dengan dasar menjadikan semua negara di Asia Tenggara di bawah satu atap.
Hal itupun ternyata juga menjadi impian bagi Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN secepat mungkin.
Sayangnya impian tersebut tak kunjung terealisasi, alasannya sederhana anggota ASEAN tak siap menerima situasi negara kecil yang baru merdeka belum genap 50 tahun itu.
Motivasi utama Timor Leste bergabung Asean adalah mendapatkan keamanan dan kepentingan geopolitik.
Hal ini akan dirasakan negara kecil dengan risiko keamanan regional melaluai pengaturan keamanan kolektif, dan sebagai forum mempromosikan kepentingan nasional.
Menurut the piagam ASEAN, keanggotaan tergantung pada empat faktor, lokasi geografis, pengakuan oleh negara lain, persetujuan untuk terikat dengan piagam ASEAN.
Serta kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan.
Tantangan utama Timor Leste adalah membuktikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban keanggotaan negara-negara ASEAN.
Keanggotaan ASEAN menghadirkan persyaratan yang memberatkan bagi negara-negara kecil, termasuk kebutuhan akan kedutaan besar di 10 negara anggota.
Timor-Leste memiliki portofolio pemerintah yang berdedikasi untuk keanggotaan ASEAN Sekretaris Negara untuk Urusan ASEAN, dan mendirikan sekretariat ASEAN di Dili.
Mantan Perdana Menteri Xanana Gusmao juga mengunjungi negara-negara ASEAN sejak 2013, menggunakan kesempatan berbicara di depan umum untuk memuji peran ASEAN dalam urusan regional dan global.
Pada tahun 2016, Timor-Leste mengadakan ASEAN People's Forum (APF) untuk organisasi masyarakat sipil Asia Tenggara.
Timor-Leste telah mencurahkan banyak sumber daya untuk mengejar keanggotaan ASEAN.
Sementara itu enurut Reporters Without Borders yang berbasis di Paris, kebebasan media Timor Leste pada tahun 2019 menempati urutan tertinggi di Asia Tenggara di urutan ke-84.
Jauh berada di atas Indonesia di urutan ke-124 dan Filipina di urutan ke-134.
Sebaliknya, Myanmar menempati urutan ke-138 diikuti Singapura di urutan ke-151.
Dalam kebebasan keseluruhan, indeks terbaru yang dirilis Freedom House yang berbasis di New York.
Menyebut Timor Leste sebagai satu-satunya negara "bebas" di kawasan itu, sementara 10 anggota Asean "sebagian bebas" atau "tidak bebas".
Sayangnya, dari perspektif regional, manfaat ini tidak sesuai dengan kriteria penerimaan secara keseluruhan.
Faktanya, lebih dari ingin diakui oleh para pemimpin Asean, merupakan rintangan serius bagi Timor Leste, karena sebagian besar anggota kelompok tidak memiliki tingkat hak sipil dan politik yang sama.
Selain itu penolakan juga menjadi faktor utama mengapa Timor Leste belum juga diterima sebagai anggota ASEAN.
Singapura secara khusus menentang keanggotaan Timor-Leste, dengan kekhawatiran bahwa Timor-Leste dapat membebani ASEAN.
Dengan permintaan dukungan keuangan dan menghambat kemajuan pembangunan komunitas ekonomi ASEAN.
Laos juga telah menyatakan keprihatinannya tentang kemampuan ekonomi Timor-Leste untuk memenuhi kewajiban keanggotaan.
Meskipun PDB per kapita Timor-Leste lebih besar daripada Laos, dan peringkat Indeks Pembangunan Manusia lebih tinggi daripada Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Terakhir, upaya Timor-Leste untuk mendiversifikasi hubungan luar negerinya melalui partisipasi yang antusias dalam organisasi seperti Komunitas Negara-negara Berbahasa Portugis (CPLP) juga menimbulkan keraguan atas komitmennya terhadap keanggotaan ASEAN.
Pertanyaan kuncinya adalah apakah Timor-Leste kemungkinan besar akan membutuhkan intervensi di masa depan.
Mengingat ketergantungan Timor-Leste pada lima misi PBB, termasuk intervensi berkepanjangan yang dipimpin Australia dari 2006-2012.
Ini adalah pertimbangan penting bagi negara-negara ASEAN.
Lebih lanjut, negara-negara ASEAN mungkin mempertanyakan apakah Timor-Leste akan menguras sumber daya ASEAN.
Tanpa kesepakatan dengan Australia tentang ladang gas Greater Sunrise, Timor-Leste mungkin bangkrut dalam satu dekade.