Selain itu, meski pemerintah sudah memberikan relaksasi kepada maskapai, dengan ditingkatkannya batasan okupansi menjadi 70% total kapasitas pesawat, tetapi hal tersebut dinilai belum mampu mendongkrak pendapatan maskapai.
Sebab, maskapai disebut masih melakukan efisiensi dengan tidak mengerahkan semua armada pesawatnya.
"Penggunaan armada masksimal rata-rata baru 30%.
"Saat ini okupansinya jelek sekali paling dibawah 40% itupun dari kapasitas 70% yang diperbolehkan," katanya.
Lebih lanjut, Arista menyebutkan, kontribusi gaji atau upah karyawan terhadap total biaya operasional maskapai hanya sebesar 10%-15%.
Namun, dengan kondisi okupansi dan armada yang masih rendah, perampingan karyawan dinilai langkah yang tidak terelakkan oleh maskapai.
"Komponen 10-15% itu kalau pesawat terbang semua. Saat ini tidak, di situlah problemnya," ujarnya.
Menurutnya jalan keluar paling singkat saat ini mengandalkan angkutan kargo yang setiap maskapai bisa lakukan karena negara Indonesia dipisahkan pulau-pulau perlu logistik yang cepat dan murah.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR