"Senapan, granat, peluru rentengan, dan bazoka saya letakkan di kebun antara lapangan udara dan perkampungan lalu saya tutupi sampah," kata dia.
Ngatimin mengaku dirinya bahkan sempat bertahan hidup dengan memanfatkan tanaman di sekitarnya selama 20 hari.
Lantaran, ia harus bersembunyi dari kejaran tentara Belanda.
Terkadang Ngatimin muda juga harus menahan rasa laparnya.
Baca Juga: Bisa karena Faktor Psikis Maupun Klinis, Ini Penyebab dan Cara Mengatasi Cegukan
"Tiap hari begitu saya berjuang tanpa makan, caranya menghitung hari itu batang pohon kecil saya tekuk tapi tidak dampai patah," aku dia.
"Kalaupun makan, makan dedaunan yang ada di sekitar meski rasanya tidak enak," tambahnya.
Perjuangan Ngatimin muda membantu melawan tentara Belanda usai saat tahun 1951.
Saat itu, ia pun lantas memilih masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Colomadu.
Selain itu, Ngatimin mengaku tidak mendapat kabar apapun soal komandan yang pernah memimpinnya pasca perlawanan dengan tentara Belanda sudah usai.
Nama komandannya pun sampai saat ini ia tidak tahu lantaran saat itu dirinya tak pandai membaca.
"Saya tidak pernah tanya, meski ada tulisan di bajunya, saya belum sekolah, belum bisa baca," tandasnya.
Kini di usia tua yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin menyambung hidup dengan berjualan mainan.
Dengan laba tak seberapa, ia berusaha bertahan hidup dengan profesi yang kini ditekuninya itu.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kisah Ngatimin, Dulu Mata-mata Indonesia sampai Rela Makan Daun, di Usia Tua Jual Mainan
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR