Tentara Belanda mulai memburu para pejuang yang ada di kampung halaman Ngatimin muda dengan bekal data antek mereka.
Ayah Ngatimin, menjadi satu yang diburu dan berujung pada kematian.
Mayat-mayat warga bergelimpangan di jalanan kampung pada pukul 06.00 WIB.
"Setelah bapakku ditembak Belanda hatiku marah. Pukul 06.00 WIB, mayat penduduk kampung sudah ada 15 bergelimpangan di jalan," ujarnya.
Pemandangan gelimpangan mayat dan kematian sang ayah membuat Ngatimin muda membulatkan tekat untuk ikut berjuang.
Saat itu, Ngatimin masih menginjak usia kurang lebih 16 tahun.
"Marah saya. Bapak ketembak orang. Tetangga sudah jadi mayat. Saya punya pendapat ikut berjuang saja," ucap Ngatimin.
"Tidak ada yang menyuruh. Kalau siang menginjak pukul 10.00 WIB, saya lari sana lari sini mengikuti perjalanan Angkatan Darat," tambahnya.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR