- J-11
Runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an menandai mencairnya ketegangan hubungan Rusia-Cina.
Rusia tidak lagi memiliki alasan kuat untuk menahan teknologi militernya yang paling canggih dari China.
Lebih penting lagi, kompleks industri militer Soviet yang besar sangat membutuhkan pelanggan, dan militer Rusia tidak lagi dapat membeli peralatan baru.
Untuk itu, RRC membutuhkan sumber baru peralatan militer teknologi tinggi setelah Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan embargo senjata setelah pembantaian Lapangan Tiananmen.
Karena itu, tahun 1990-an terjadi beberapa transaksi senjata besar antara Moskow dan Beijing.
Salah satu yang paling penting adalah penjualan, lisensi, dan transfer teknologi dari pesawat tempur multirole Su-27.
Kesepakatan itu memberi China salah satu pejuang superioritas udara paling berbahaya di dunia, dan memberi kehidupan pada industri penerbangan Rusia.
Tetapi hubungan baik itu tidak bertahan lama. Rusia mengklaim bahwa China mulai melanggar persyaratan lisensi segera, dengan memasang avionik mereka sendiri pada Flankers ( J-11, di bawah penunjukan China ).
China juga mulai mengembangkan varian pembawa, yang secara langsung melanggar persyaratan yang disepakati.
Perampasan teknologi milik Rusia ini melemahkan hubungan antara keduanya, membuat Rusia jauh lebih waspada untuk mentransfer teknologi berharga mereka ke militer China.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR