Furuta selamat dari semua siksaan itu yang membuatnya terus mengalami pemerkosaan dan siksaan lainnya.
Furuta sampai meminta agar dirinya dibunuh saja agar penderitaannya berakhir.
Namun, para pelaku menolak dan malah memaksanya tidur di balkon. Padahal, saat itu musim dingin.
Karena kerasnya siksaan, ia akhirnya kehilangan kontrol kandung kemih dan ususnya, Furuta lalu dipukuli karena mengotori karpet.
Dia juga tidak dapat makan atau minum karena akan muntah, dan tentu ia akan dipukuli karena ini.
Memasuki Januari, penyiksaan demi penyiksaan membuat kondisi fisik Furuta berubah. Wajahnya membengkak dan luka-luka di sekujur tubuhnya mulai membusuk dan menghasilkan bau tak sedap.
Para pelaku kehilangan nafsu bejatnya dan sempat mencari korban lain untuk diperkosa, meski tidak disekap seperti Furuta.
Pada 4 Januari 1989 para pelaku melakukan siksaannya lagi, mereka memukuli Furuta dengan barbel, menendang dan meninju, dan meletakkan dua lilin pendek di kelopak matanya, membakar mereka dengan lilin panas.
Mereka memposisikan Furuta untuk berdiri dan memukul kakinya dengan tongkat. Pada titik ini, dia jatuh.
Pendarahannya sangat deras juga nanah muncul dari luka bakarnya yang terinfeksi, keempat anak laki-laki itu menutupi tangan mereka dengan kantong plastik.
Mereka terus memukulinya dan pada akhirnya menuangkan cairan ke paha, lengan, wajah, dan perutnya dan sekali lagi membakarnya.
Furuta diduga melakukan upaya untuk memadamkan api, tetapi lambat laun tubuhnya menjadi tidak responsif.
Furuta akhirnya meninggal setelah serangan yang berlangsung selama 2 jam pada hari itu.
Takut tertangkap polisi, para pelaku kemudian membungkus tubuh Furuta dengan selimut, menempatkannya di drum bervolume 208 liter, dan mengisinya dengan semen basah.
Pada pukul 8 malam, mereka membawa drum ke sebuah daerah bernama Koto di Tokyo, kemudian membuangnya ke dalam truk semen.
Beberapa pelaku ditangkap pada akhir Januari 1989 atas kasus pemerkosaan gadis lain.
Pada 29 Maret, setelah interogasi lebih lanjut, mereka mengakui kejahatan yang mereka lakukan terhadap Furuta dan menyeret pelaku lainnya.
Drum berisi tubuh Furuta ditemukan keesokan harinya, pada 30 Maret 1989.
Tak lama berselang, pengadilan atas kasus ini dimulai dengan mendatangkan seluruh pelaku, namun vonis terhadap pelaku dirasa tidak adil dalam pandangan masyarakat, yang paling ringan adalah hukuman penjara 7 tahun sementara yang terberat 20 tahun.
Hakim kesulitan memenuhi tekanan publik sebab para pelaku masih di bawah umur.
Junko Furuta dimakamkan pada 2 April 1989. Keluarga dan teman-teman dekatnya hadir di sana bersama kesedihan yang mendalam.
Kisah tragis Junko Furuta, gadis paling cantik di sekolahnya, abadi dalam karya seni novel, film, hingga lagu.
Nieko Octavi Septiana
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR