“Hal yang sama juga terjadi pada kekerasan anak. Ketika orangtua menyiksa anaknya secara mental atau fisik, anak tetap melindungi mereka dengan tidak mengatakan yang sebenarnya,” tambahnya.
Istilah sindrom Stockholm sering disematkan pada korban penculikan yang ditemukan setelah bertahun-tahun hilang dari pandangan publik.
Beberapa orang menganggap itu menyiratkan kritik pada mereka yang selamat.
Sindrom Stockholm dianggap sebagai tanda kelemahan korban.
Pada sebuah wawancara yang dilakukan di 2010, Natascha Kampusch menolak pemberian label sindrom Stockholm pada dirinya.
Natascha menjelaskan, kita sebaiknya tidak memperhitungkan pilihan rasional seseorang dalam situasi tertentu.
"Saya merasa itu adalah hal yang wajar jika kita menyesuaikan diri dengan penculik. Apalagi jika menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Ini tentang empati dan komunikasi. Mencari normalitas dalam kerangka kejahatan bukanlah sindrom, tapi strategi bertahan hidup,” paparnya.
Artikel ini telah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul Sindrom Stockholm, Ketika Tawanan ‘Jatuh Cinta’ dengan Penculiknya
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR