Advertorial
Intisari-online.com - Saat pertama kalinya wabah Covid-19 menyerang di China, tepatnya di kota Wuhan, kota itu tampak suram dengan kondisinya.
Rumah sakit mendadak ramai, sementara kota menjadi sepi karena semua orang terserang penyakit misterius.
Kematian dalam jumlah tinggi juga dilaporkan terjadi di kota itu dengan penumpukan mayat terekam di rumah sakit.
Namun, saat ini kota Wuhan sudah membaik dan dilaporkan hampir nyaris tidak ada kasus terinfeksi virus corona, artinya mereka berhasil memberantas wabah tersebut.
Akan tetapi, sebuah kota di belahan dunia yang lain saat ini ada yang mengalami nasib tragis laiknya kota Wuhan pada saat itu.
Kota itu adalah Guayaquil di Ekuador, yang menderita setidaknya 7.000 kematian, menurut laporan Daily Mirror sejauh ini.
Otoritas setempat mengaku kewalahan, karena mereka harus menangani 500 mayat dalam sehari.
Alhasil, kota di Amerika Latin ini dicap sebagai 'Wuhan baru', setelah menderita begitu banyak kematian akibat Covid-19.
Mayat-mayat yang tidak terurus dibiarkan menumpuk di jalanan hingga membusuk.
Melansir Daily Star pada Minggu (3/5/20), Guayaquil, merupakan rumah bagi 2,3 juta penduduk, namun kini telah menderita 7.000 kematian, meskipun pemerintah melaporkan jumlahnya lebih rendah.
Pihak berwenang sendiri mengakui bahwa lebih dari 100 mayat belum diidentifikasi dan banyak lagi yang dilaporkan hilang.
Gambar-gambar yang terekam di Guayaquil menunjukkan, mayat-mayat itu dibiarkan menumpuk di jalanan, karena tidak ada yang berani mengurusnya, sementara petugas kewalahan dengan jumlahnya.
Otoritas setempat mengatakan, sebelumnya mereka hanya menangani 50 mayat dalam sehari, tetapi kini melonjak menjadi 500 dalam sehari.
Mereka yang belum sempat diurus jenazahnya oleh petugas, terpaksa dikembalikan ke keluarganya.
Namun, karena keluarga juga harus berhati-hati dalam menyimpan jenazah yang terinfeksi. Mereka membiarkannya tergeletak di pinggiran jalan, sambil ditutupi dengan plastik hingga berhari-hari.
Seorang warga bernama Caesar Galvez, mengatakan kepada Sky News ketika ayahnya meninggal dunia, pemerintah setempat terlalu sibuk untuk mengambil mayatnya.
Mereka terus menjaga tubuhnya di rumah selama tiga hari.
"Kami tidak berdaya, tidak ada yang bisa dituju. Semua menjadi lebih sulit dan bahkan untuk mengurus kerabat," katanya.
"Bayangkan ada mayat di sana dan kami tidak bisa melakukan apapun, itu sangat sulit," jelasnya.
Kemiskinan, disorganisasi, dan pejabat yang tidak siap semuanya dipermasalahkan atas krisis yang terjadi.
Warga lain bernama Blanca Reyes, warga Guayaquil dan lainnya, menerima telepon bahwa ayahnya telah meninggal dunia setelah beberapa minggu dilaporkan membaik.
Tetapi berminggu-minggu kemudian setelah kematiannya, rumah sakit belum bisa memakamkannya.
Blanca kecewa dan menuduh pemerintah berusaha menutupi tingkat kegagalannya dalam menangani pandemi.
Menurut angka resmi virus corona di Ekuador, kematian yang dilaporkan hanya 1.063 dengan 26.336 tes positif, namun angka ini sepertinya dikecilkan oleh pemerintah untuk menutupi kegagalan dalam menangani pandemi ini.