Sampai tali terulur habis sepanjang 30 m, tanah belum tersentuh. “Pohonnya tinggi sekali,” kenang Sahudi.
Beberapa bulan pasukan menjadi gerilyawan di pedalaman. Pasukan yang gugur ditinggalkan dengan diberi tanda sedangkan senjatanya disembunyikan. Mereka yang tidak sanggup lagi meneruskan tugas terpaksa ditinggalkan agar tidak mengganggu gerak pasukan.
Keadaan medan dan perlawanan Belanda sebenarnya tidak berat. Yang berat justru sulitnya mendapatkan makanan atau tumbuhan yang dapat dimakan.
Kalau kebetulan pasukan menjumpai tanaman rakyat seperti talas atau pisang, mereka terpaksa memakannya kemudian meninggalkan uang gulden untuk pembayaran. Ya, pasukan memang dibekali gulden Papua.
Letda Heru Sisnodo dan KU II John Saleky bertemu dengan kelompok perlawanan lokal anti-Belanda yang dipimpin Mayor Tituler Lodewyk Mandatjan. Nama panglima dari suku Arfak yang dikenal piawai dalam perang hutan ini sudah populer sejak Perang Pasifik pada 1940-an.
Ketika itu ia bersama suku pedalaman lain berhasil membunuh banyak tentara Jepang di Hollandia (Jayapura), Biak, Sarmi, Numfor, dan Sausapur. Saleki dan Sisnodo diajak bergabung, dan entah karena kedekatan apa, keduanya diangkat anak oleh Mandatjan.
Kemudian hari, karena kecewa terhadap Indonesia, Mandatjan memberontak dan TNI perlu mengubah cara bertempur untuk membujuk dia turun gunung.
Yang tertangkap jadi bahan propaganda
Operasi-operasi penerjunan berikutnya tak jauh beda. Juga mewariskan cerita heroik yang sama. Kapten Kartawai, anggota tim Garuda Merah I yang diterjunkan di Fak-fak pada dini hari 15 Mei 1962, tertangkap Belanda dan beritanya disiarkan melalui radio.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR