Atas inisiatif SMU Mengko, di tempat inilah untuk pertama kalinya bendera Merah Putih berkibat di daratan Irian Barat. Bendera diikatkan pada batang pohon setinggi 4 m yang baru ditebang.
Penduduk yang sering datang membawa pisang, juga datang. Seseorang meminta pasukan tetap tinggal katanya karena ibunya akan segera datang membawakan pisang goreng. Namun Suhadi dan anak buahnya tahu, orang bermulut manis itu pasti mata-mata Belanda.
Maka mereka pun pergi. Baru beberapa langkah, bom berjatuhan dari pesawat Neptune dan Firefly. Serangan terus berlanjut, bahkan diulang keesokan harinya. Mereka terjepit dan terceraiberai masuk ke hutan.
Nasihat Komandan PGT Komodor Wiriadinata adalah, ”Kamu diterjunkan, jangan perang. Bila bertemu ‘hitam’ (warga setempat) tanya, dan ‘putih’ (Belanda) tembak. Kenyataannya, mereka tidak dapat melihat wajah pasukan penyerang karena sudah disamarkan menyerupai penduduk asli Irian.
Belanda menggunakan beberapa lapis penyerang. Lapis pertama adalah penduduk setempat, barisan kedua Dewan Papua, berisan ketiga polisi Belanda yang beranggotakan penduduk asli, barulah pada barisan keempat tentara Belanda bule.
Mereka yang tertangkap disiksa, dijemur, dipindah-pindah, dan dimasukkan ke penjara yang gelap dan kotor. Ada juga yang dijadikan mainan, antara lain disuruh memetik kelapa, menebang pohon dengan pisau dapur, dsb.
Yang mengherankan, tentara yang menawan adalah KNIL alias “saudara”sendiri yang menjadi tentara Belanda. Ada yang berbahasa Jawa, Sunda, Ambon, atau Manado. Mereka memaki-maki tahanan dan menghujat Sukarno.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR