“Saya sendiri pun makan,” katanya. Mencari solusinya Bagi Johar dan kakaknya, duyung adalah penghasilan utama mereka sehingga larangan pemerintah pun tidak ada artinya.
Baca Juga: Jopok, Mafia Seram Dari Korea yang Tak Kalah Nekat Dari Yakuza
“Bagi abang, selagi di laut tidak ada yang dilarang,” kata Johar.
Mereka pun tidak bisa mengerti kelangkaan duyung yang menurut International Union for Conservation of Nature berstatus rentan punah, karena tinggal di jalur migrasi mamalia laut tersebut.
Satu-satunya cara agar mereka mau berhenti menangkap duyung adalah memberi mereka pekerjaan lain yang bisa memenuhi kebutuhan hidup.
“Kalau memang ada program, harus juga disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan ada jaminannya. Istilahnya ada kompensasi atau insentif, jadi mereka tidak lagi ambil (duyung) dengan sengaja,” ujar Iwan.
Baca Juga: 200 Otak Babi Tetap Hidup Usai Dikeluarkan dari Jasad, Pertanda Kehidupan Dapat Abadi?
Iwan pun mengusulkan untuk menjadikan keahlian Munsa dan keluarganya sebagai aset wisata.
“Turis sering minta lihat duyung. (Mereka) bisa bayar Pak Munsa untuk tangkap. Setelah divideo, nanti bisa dilepas lagi,” katanya.
Akan tetapi, Adriani Sunuddin, dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang tergabung dalam Dugong & Seagrass Conservation Project (DSCP) menilai usulan Iwan tersebut sulit untuk dilaksanakan dan tidak ideal.
“Pertama, duyung adalah megafauna yang ukurannya jauh lebih besar dari manusia,” katanya.
Baca Juga: Operasi Patuh 2018 Sudah Dimulai, Inilah Pelanggaran yang Diincar Polisi
Selain itu, duyung merupakan mamalia yang memiliki kecerdasan.
Bila sering kali ditangkap di satu tempat, bisa jadi duyung beradaptasi dan berpindah habitat ke tempat yang mungkin jauh lebih berbahaya.
Adriani berkata bahwa dalam mencari solusi dari permasalahan keluarga Munsa dan pemburu duyung lainnya, dibutuhkan kajian mendalam mengenai sistem sosial mereka.
“Itulah yang sedang saya coba pahami sekarang,” ujarnya.
Pengetahuan tersebut akan bisa digunakan untuk merancang program konservasi duyung yang lebih tepat sasaran, menjamin kebutuhan para pemburu duyung, dan melibatkan mereka.
“Karena konservasi paling tidak butuh tiga hal untuk dilakukan bersamaan, yaitu mengkaji, menyelematkan, dan memanfaatkan. Buat apa kita lindungi kalau kemudian tidak kita manfaatkan,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jalan Pertobatan Pemburu Duyung dari Desa Air Glubi"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR