Ada bukti pula bahwa mereka, CIA, menyuplai para pelaku kudeta dengan daftar orang-orang yang harus segera disingkirkan demi suksesnya kudeta.
Di Kairo, Mesir, Saddam belajar ilmu hukum (1962 - 1963). la kembali ke Irak, 8 Februari 1963. Tahun itu juga, Saddam mengawini Sajida, sepupu pertamanya dari pihak ibu, yang sebenarnya juga putri pamannya, Khairallah Tulfah, mentor politiknya.
Perkawinannya dengan Sajida membuahkan lima anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Dua anak laki-lakinya begitu dikenal, yakni Qusay Saddam Hussein dan Odai Saddam Hussein. Dua menantunya, Hussein Kamel Madjid dan Saddam Kamel ditembak mati karena dianggap membelot dan berkhianat.
Setelah kembali tinggal di Bagdhad, Saddam melanjutkan studi ilmu hukumnya, tetapi sempat terhenti dan baru selesai tahun 1968. Selain itu, ia juga mulai kembali aktif terjun ke politik dan tercatat sebagai anggota "Jihaz Haneen", dinas keamanan Partai Baath.
Pada 14 Oktober 1963, ia ditahan dengan tuduhan terlibat dalam perebutan kekuasaan, tetapi tuduhan itu tidak kuat. Ia dibebaskan dan kembali aktif di Partai Baath, bahkan pada September 1966, terpilih sebagai Deputi Sekretaris Jenderal Partai Baath.
Sepak terjangnya di dunia politik makin mantap. Pada 17 Juli 1968, ia menjadi salah satu anggota Partai Baath yang melancarkan kudeta politik yang diawali dengan pengepungan Istana Presiden dan Presiden Abdul Rahman Arif.
Kudeta itu melahirkan presiden baru yakni Ahmed Hassan Al-Bakr, yang masih terhitung famili Saddam dari Tikrit. Saat itu, Saddam diangkat menjadi Deputi Ketua Dewan Komando Revolusioner dan Wakil Presiden.
Begitu kesempatan terbuka, ia lalu membersihkan orang-orang yang tidak sealiran, yang non-Baath, dari posisi di pemerintahan dan militer dengan kekerasan.
Setelah membersihkan lawan-lawan politiknya, pada 1 Juni 1972, Saddam melancarkan proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak Barat yang sebelumnya telah memonopoli minyak Irak.
Tindakan itu dimaksudkan untuk menghapus monopoli Barat atas minyak Irak dan mengembalikan kekayaan Irak kepada rezim yang berkuasa. Perjalanan politik Saddam mencapai puncaknya ketika pada Juni - Juli 1979 ia melucuti semua kekuasaan dan posisi Presiden Ahmed Hassan Al-Bakr.
Presiden Ahmed Hassan dikenai tahanan rumah. Saat itu juga, Saddam diambil sumpahnya sebagai presiden.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR