Dalam perkara ini, Emirsyah didakwa menerima suap dari pendiri sekaligus mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Jaksa menuturkan, uang yang diterima Emirsyah dari Soetikno berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing.
Ia merinci, uang suap itu terdiri dari Rp 5.859.794.797, 884.200 dollar Amerika Serikat, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menilai, sosialisasi terkait bahayanya praktik gratifikasi lingkungan pemerintah dan BUMN masih menjadi tantangan bagi KPK.
Hal itu disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menanggapi fakta persidangan kasus eks Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang mengungkap bahwa Satar sempat menganggap gratifikasi sebagai hal wajar.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPK untuk terus menyosialisasi terkait dengan bahaya dan dampak dari gratifikasi.
"Bagaimana kemudian ini menjadi pintu masuk, menjadi celah melakukan tindak pidana korupsi yang lain," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (13/2/2020).
Ali menegaskan, praktik gratifikasi merupakan hal yang dilarang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR