Intisari-Online.com - Beberapa saat yang lalu beredar di media sosial sebuah unggahan video yang menampilkan babi dikubur hidup-hidup.
Video tersebut dilengkapi dengan narasi sebagai berikut:
"Telah terjadi pembunuhan massal di China. Akibat dari virus corona ini. Babi serta unggas di kubur hidup-hidup. Gimana di negeri ini... Apakah ada yang pelihara babi...???"
Mendapat kabar tersebut, Kominfo pun menelusuri kebenaran kabar tersebut yang kemudian menyertakan klarifikasi yang diunggah di laman kominfo.go.id.
Setelah ditelusuri, video babi yang terdapat pada unggahan tersebut ternyata tidak ada hubungannya dengan virus corona.
Memang benar video tersebut diambil di China.
Namun, video tersebut adalah video lama yang sudah ada sejak tahun 2018 yakni wabah flu babi Afrika yang menyebar ke lebih dari setengah provinsi China.
Sebelumnya video yang sama juga pernah dipelintir narasinya pada tahun 2019 'Pemusnahan babi massal di Thailand".
Ditelusuri dari unggahan yang lain, video yang sama telah diunggah oleh sebuah akun Twitter dari China pada tahun 2018.
Jika kedua unggahan tersebut disandingkan, keduanya memiliki narasi yang sama sekali berbeda.
Baca Juga: Manfaat Bawang Putih dan Ketumbar untuk Mengatasi Hipertensi
Narasi yang diunggah pada tahun 2018 jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesi, kira-kira beginilah artinya:
重要信息:瀾滄人民醫院: 昨天凌晨二點二十三分, 十三名男女生感染 SK5 病毒死亡, 最大的 32 歲, 最小的 5 歲, 參與搶救的醫生已被隔離, 中央 1 台電視新聞己播出, 暫時別吃豬肉, 特別是乳源的豬肉, 目前廣西貴港已有 13,167 個已感染。
这可能是大规模感染疫情的开始。 pic.twitter.com/aot04Yvui6
— 全民挺郭联盟✊️ ✊️ ✊️ (@redwallpusher) December 30, 2018
Jika video tersebut beredar saat tahun 2018, saat itu di China sedang terjadi masalah serius terkait dengan Flu Babi.
Salah satu berita dari Kompas.com berjudul "Wabah Flu Babi Afrika Kini Jadi Masalah Serius di China" menjadi salah satu rekam jejak peristiwa tersebut.
Saat itu diberitakan bahwa demam babi Afrika menyebar ke lebih dari setengah provinsi di China, meski telah ada upaya untuh mencegahnya.
Kementerian pertanian, transportasi dan keamanan publik China mengatakan bahwa epidemik itu telah muncul di 17 provinsi, menyebar luas ke peternakan babi di China bagian selatan.
Awal September tahun itu, media pemerintah China melaporkan, demam babi Afrika ditemukan di lima provinsi.
Kala itu, kementerian pertanian menyatakan virus secara umum berhasil dikendalikan.
Tiga kementerian menyerukan pengawasan ketat terhadap distribusi babi hidup untuk mencegah persebaran penyakit.
Otoritas China melaporkan kasus pertama demam babi pada provinsi Liaoning.
Sejak itu, penyakit terus bergerak ke selatan hingga ke wilayah provinsi penghasil daging babi utama.
Berbagai upaya dilakukan untuk mencegahnya, termasuk dengan memusnahkan puluhan ribu babi.
Nah, lagi dan lagi hoaks terus beredar dengan adanya kemudahan dalam akses media sosial.
Untuk itu, kita harus selalu mencari fakta sebelum menelan mentah-mentah informasi yang masih simpang-siur.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR