Kerugiannya pun disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
Ditelusuri, penyebab ambruknya kinerja dua BUMN ini karena pengelolaan penempatan dana investasi.
Baik Jiwasraya maupun Asabri, sama-sama tersandung saham berisiko tinggi.
Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen.
Sementara Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.
Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Asabri Lebih Sensitif dan Punya Implikasi Politik yang Tinggi" dan di Kontan.id dengan judul "Ternyata, Kementerian BUMN temukan keterkaitan kasus Jiwasraya dan Asabri, apa saja?"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR