Namun, diingatkan pada bulan low season, load factor Garuda hanya berkisar 40-55 persen sehingga angka musim peak season bukanlah patokan.
Diakuinya bahwa dirinya bukanlah pesulap yang dapat mengubah Garuda langsung meraup untung seketika.
Keberanian juga dibutuhkan untuk menghadapi kreditur.
Sebagai bankir, Robby tahu caranya memperlakukan debitur-debitur saat mengalami kesulitan membayar.
Dengan Emirsyah Satar, direktur keuangannya yang juga seorang bankir, dia berangkat ke London untuk berbicara dengan Bank Exim negara-negara Eropa.
"Benar saja, mereka langsung menggebrak, mengintimidasi dengan suara keras, dan mengancam akan menyita pesawat A330 yang disewa," tulis Rhenald.
Dengan tenang, Robby menjawab, “Saya datang bukan untuk memecahkan masalah saya tapi masalah Anda. Alasan utama mengapa Garuda kolaps adalah karena bank-bank internasional memberikan pinjaman kepada Garuda yang neraca keuangannya defisit. Dari pengalaman saya selama 30 tahun di bank, saya tidak dapat memahami itu. Dan jika Anda ingin mengambil kembali pesawat Anda, silakan lakukan karena tidak produktif bagi kami.”
“Negosiasi berlangsung alot awalnya, tapi Robby dan Emirsyah Satar tak mau mundur. Dia hanya mau membayar pinjaman dalam tempo 16 tahun dengan bunga satu persen di atas SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate). Keras, tapi bisa berakhir dengan baik,” tulis Rhenald.
Tak sampai setahun Robby memimpin, Garuda selamat dari kebangkrutan.
Baginya, restrukturisasi berarti membuang yang jemu-jemu dengan melakukan perubahan-perubahan mendasar.
Kepemimpinan, proses manajemen dan operasional, pemasaran, dan sebagainya diubah secara bersamaan.
"Namun, sekarang Garuda sudah enak, sudah gampang. Enggak ada lagi KKN keluarga Soeharto segala itu," lanjut Robby di tengah acara penyerahan enam pesawat baru Boeing 737-300/-500 pada 2 Januari 1999.
Lanjutnya, fungsi manajemen bisa berjalan dengan benar.
Program golden handshakes (pensiun dini) pun berjalan dengan lancar sehingga perumahan tahap pertama 1.596 tenaga kerja, dengan total pesangon Rp 110 miliar berlangsung mulus.
Estafet Dirut ke Abdul Gani
Karena manajemen Garuda sudah bisa keluar dari kesulitan, Tanri Abeng memutuskan untuk menarik Robby kembali ke habitatnya di perbankan.
Dia meminta Robby untuk memimpin proses merger empat bank bermasalah.
“Ketika saya tawarkan posisi ini ke Robby, dia tak mau kembali ke dunia perbankan. Dia sudah terlanjur kecantol cantik-cantiknya pramugari Garuda,” kata Tantri Abeng.
Namun, akhirnya Robby menerima tantangan untuk memimpin proses mega merger jadi Bank Mandiri.
Estafet dirut ke Abdul Gani Setelah kondisi Garuda mulai perlahan membaik, posisi Dirut beralih mulus kepada Abdul Gani, yang tentunya dengan persetujuan Tanri Abeng.
"Pak Gani sama saya sudah berkompetisi (di perbankan) selama 30 tahun. Jadi, saya tahu bahwa dia itu enggak orang enteng!" kata Robby Djohan mengenai penggantinya.
Saat itu, kata Tanri Abeng, kredibilitas Garuda sudah mulai pulih sehingga Bank Exim AS dan pabrik Boeing serta Pemerintah Indonesia sendiri mendukung pengadaan Boeing 737 senilai 368 juta dollar AS.
Pengadaannya merupakan refleksi dari kredibilitas direksi dan dewan komisaris Garuda yang baru.
Memuji direksi dan dewan komisaris Garuda, Tanri Abeng mengatakan, pengadaannya tidak mungkin kalau tanpa kredibilitas yang dibangun oleh Garuda Indonesia.
Kredibilitas memang kata kuncinya seperti pernah diucapkan Wiweko Soepono, mantan direktur utama yang pernah memegang kendali Garuda selama 16 tahun (1968-1984).(*)
Artikel ini telah tayang di Suar.ID dengan judul "Tentu Saja bukan Ari Askhara, Inilah Sosok yang Pernah Menyelamatkan Garuda dari Kebangkrutan Besar, Padahal Baru Setahun Memimpin!
Source | : | Suar.ID |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR