Layangan surat ancaman agar Ko Ayun pindah
Karena keluarga Ko Ayun tak bersedia untuk pindah, PT Hengtraco lalu melayangkan surat ke Ko Ayun yang berisi ancaman agar keluarga Ko Ayun angkat kaki dari rumahnya dan keluar dari rumah Ko Ayun sendiri.
Meski begitu, keluarga Ko Ayun tetap bertahan.
Hingga akhirnya, ada tiga orang laki-laki berbadan besar membawa dokumen menghampiri istri Ko Ayun yang saat itu hanya dengan cucu-cucunya.
Adapun istri Ko Ayun tidak lancar membaca dan menulis.
Dokumen yang dibawa laki-laki itu berisi kesepakatan pihak Ko Ayun soal akses jalan menuju rumahnya bukan tanah pribadi Ko Ayun ataupun akses umum.
“Ya dipaksa namanya kalau ada tiga orang laki-laki berbadan besar terus minta mertua saya tanda tangan. Mereka bilang kalau tidak mau menandatangani, laki-laki ini tidak mau pergi," ucapnya.
Akhirnya istri Ko Ayun bersedia meneken dokumen itu. Setelah selang beberapa saat surat itu ditandatangani, proyek bangunan depan rumahnya itu pun kemudian mulai dikerjakan dan menutupi akses keluar masuk rumahnya.
Sempat mediasi agar akses jalan dibuka Keluarga Ko Ayun bahkan sempat mediasi bersama pengelola PT Hengtraco, RT, dan lurah setempat terkait permintaannya membangun jalur akses keluar masuk untuk rumahnya.
Namun, hal itu tak ditanggapi oleh PT Hengtraco.
Bahkan, pembangunan proyek gudangnya tetap dilanjutkan dan hampir menutupi sebagian besar rumah Ko Ayun.
Sandri berharap pihak PT Hengtraco agar membuatkan akses jalan keluar masuk bagi keluarganya.
“Masa kami harus terbang kalau mau keluar, misalkan bangunannya udah jadi, pasti akan menutupi rumah kami.
Lalu kami lewat mana lagi aksesnya, hanya satu akses kami,” tutur Sandri.
Lalu, bagaimana kasus Kaslan ini dilihat dari sisi hukum? Mari kita simak ulasannya berikut ini.
Tanah Helikopter
Kondisi yang dialami oleh Ko Ayun tersebut kerap dikenal dengan sebutan "tanah helikopter", yaitu suatu kondisi di mana tanah tidak memiliki akses jalan alias terkurung oleh tanah-tanah di sekitarnya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Pedata), tepatnya pada Pasal 667 dan Pasal 668, bahkan membahasnya secara khusus.
Pasal 667 KUH Perdata:
“Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.”
Pasal 668 KUH Perdata:
“Jalan keluar itu harus diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum, namun dalam suatu jurusan yang demikian sehingga menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya, bagi pemilik tanah yang dilalui.”
Berdasakan kedua pasal tersebut, maka pada dasanya Ko Ayun memiliki hak untuk menuntut PT Hengtraco untuk memberikan akses jalan untuk Kaslan.
Namun, tentu saja, seperti termuat dalam Pasal 667 KUH Perdata di atas, akses jalan tersebut tidak diberikan serta merta, melainkan melalui pemberian ganti kerugian.
Dengan kata lain, tanah yang dijadikan akses jalan tersebut harus dibeli.
Namun, perlu dicatat bahwa harga yang diberikan oleh PT Hengtraco yang akan dijadikan akses jalan haruslah wajar.
Jika tidak, maka Ko Ayun dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Pilu Ko Ayun yang Rumahnya Terkepung Bangunan Proyek
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR