Setidaknya, Slamet dan Painem harus mengeluarkan uang sebesar Rp 550 ribu setiap harinya untuk membeli bahan-bahan tersebut.
Sementara penghasilan yang mereka dapatkan setiap harinya hanya Rp 600-700 ribu.
"Biasanya kami dapatnya Rp 700 ribu, ya kadang Rp 600 ribu itu pun kalau dagangannya habis," ungkap Slamet.
"Kalau dirata-rata setiap hari dapat laba bersih sekitar Rp 50 ribu," jelas Slamet.
Slamet dan Painem menghargai Rp 1.000 untuk tiap tiga buah bakso ketika berjualan di luar kawasan sekolah.
Sementara di sekolah, Rp 1.000 itu bisa mendapat empat buah bakso.
"Biasanya, kalau di sekolah itu pada beli Rp 2.000 hingga Rp 3.000 saja," ujar Slamet.
Belajar dari orang
Slamet mengaku sbelum berjualan sendiri, dirinya pernah bekerja pada seorang juragan bakso bernama Hartono.
Dari sanalah, ia belajar membuat bakso dan kemudian bisa membuka usahanya sendiri.
Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2019 Siap Dibuka, Ikut Latihan Soal di Aplikasi Ini
Slamet juga mengatakan bahwa juragannya itu pernah mengajaknya untuk berjualan bakso di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Terus dulu itu, juragan mau buka usaha bakso di Sumbawa, saya diajak tapi ndak mau, saya milih disini, buka sendiri," terangnya.
Masa awal-awal berdagang, Slamet berjualan dengan cara dipikul berkeliling Solo mulai pukul 14.00 WIB.
"Itu sekitar tahun 1970-an, dan sempat berhenti jualan dan coba untuk menjadi tukang becak," kenang Slamet.
"Terus baru stabil jualan bakso tahun 1993, dan saat itu istri juga sudah membantu jualan keliling," tambahnya. (Dwi Nur)
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul 26 Tahun Kayuh Gerobak Bareng, Pasangan Lansia Penjual Bakso Ini Setiap Hari Boncengan Hingga Belasan Km Demi Menyambung Hidup
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR